-->

Pages

Powered by Blogger.

flagcounter

Flag Counter

Friday, September 27, 2013

my sweet village of Sorowako

Sorowako adalah sebuah desa kecil yang berada di propinsi Sulawesi Selatan, Jaraknya + 600 km di sebelah utara Kota Makassar (ibukota Propinsi Sulawesi selatan). Desa ini terletak di pinggiran pegunungan verbeek, di tepi Danau Matano yang merupakan salah satu danau terindah dan terdalam di dunia.

Sorowako adalah desa di kecamatan Nuha, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berada di ketinggian ± 300 meter diatas permukaan laut.
Sekarang area Sorowako sudah berkembang dan dipecah menjadi 3 desa, yaitu desa Sorowako, desa Magani dan desa Nikkel.

Hingga sekarang dengan adanya perusahaan PT VALE INDONESIA, Tbk (yang dlu bernama PT. INCO) yang beroperasi di daerah ini, menjadikan Sorowako yang dulunya penduduknya sedikit, sekarang sudah bertambah banyak karena sebahagian besar karyawan berdomisili di daerah ini. hampir 70% penduduk di Sorowako adalah pendatang yang berasal dari hampir semua propinsi di Indonesia dan sebagian kecil berasal dari ekspatriat. Selain itu Sorowako juga mempunyai penduduk asli yang bahasa aslinya adalah Padoe.

Di sekitar Sorowako terdapat 3 buah danau yang terkenal yaitu Danau Matano yang Sorowako berada persis di pinggirnya, Danau Mahalona dan Danau Towuti. Ketiga danau tersebut dihubungkan oleh sungai Larona dan bermuara di Malili ibukota Kabupaten Luwu Timur.

Pada tahun 1901 seorang Belanda bernama Kruyt meneliti bijih besi di pegunungan verbeek, dan menemukan kandungan nikel di dalamnya. Pada tahun 1937 seorang ahli geologi INCO LIMITED bernama Flat Elves diundang oleh sebuah perusahaan eksplorasi Belanda untuk melanjutkan studi endapan nikel laterit di Sulawesi. Ia mengunjungi Sorowako.
Tahun 1966 Studi dilanjutkan oleh Pemerintah republik Indonesia dilakukan di Daerah sulawesi, kemudian pada tahun 1967 pemerintah juga mengundang perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia untuk mengjukan proposal bagi eksplorasi dan pengembangan endapan mineral di Pulau Sulawesi. Selanjutnya pada tahun 1968 kegiatan eksplorasi skala penuh dimulai mencakup beberapa bagian dari tiga propinsi di Sulawesi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Inilah yag menjadi awal alih teknologi yaitu ketika ahli-ahli geologi dari Inco lmited mulai mendidik rekan kerja dari Indonesia untuk mengambi contoh endapanlaterit secara sistematis dan menganalisanya. Eksplorasi yang dilakukan sampai tahun 1971 telah cukup guna dan dipastikan mampu mendukung pabrik nikel yang besar. Sampai tahun 1973 para geologist bekerja di Malili yang berada di daerah pantai sekitar 60 km dari Sorowako. Sedangkan Sorowako masih merupakan desa kecil dengan jumlah penduduk 950 jiwa. Beberapa geologist yang bekerja di Sorowako tinggal di tiga rumah yang dibuat dari kayu setempat di daerah “old camp”.Setahun kemudian dibuat trailer di “old camp” untuk lima keluarga yang pindah dari Malili untuk bergabung dengan penghuni “old camp” sebelumnya. perumahan di daerah pontada dan salonsa didirikan untuk keluarga karyawan yang terlibat dalam konstruksi, pembangkit listrik, pertambangan dan fasilitas lainnya.Satu persatu fasilitas dibangun, sekolah untuk anak-anak karyawan, fasilitas rumah sakit untuk kesehatan, pasar dan lain-lain.
Pada Tahun 1975 sekolah internasional yang awalnya berada di Malili dipindahkan ke Sorowako yang sekarang menjadi gereja advent, kemudian direlokasikan lagi ke lokasi sekarang yaitu Singkole School. Tahun 1977, Presiden Soeharto datang ke Sorowako dan meresmikan fasilitas penambangan dan pengolahan nikel, hingga saat ini PT Inco terus melakukan pembangunan untuk peningkatan produksi nikel.

Sorowako bukan hanya terkenal dengan tambang nikelnya, namun dia juga memiliki pemandangan yang indah, diselimuti kokohnya pegunungan verbeck dan dihiasi oleh birunya danau matano. Sorowako banyak memiliki pesisir danau yang begitu indah, karena itupula sorowako menyajikan beragam tempat-tempat rekreasi berwahana pesisir danau yang tentunya berbeda dengan yang pernah ada sebelumnya. Namun tidak hanya itu, sorowako menyajikan tempat-tempat rekreasi lain yang tidak kalah menariknya. Tentunya udara yang sejuk dan asri menjadi citarasa tersendiri dari sorowako.

Pantai Ide

Bertempat di kawasan pontada sorowako, pantai ide merupakan tempat rekreasi pantai yang menarik. Bagi anda yang hobi berenang atau sekedar bermain air, tempat ini bisa menjadi pilihan yang menarik buat rekreasi keluarga, dan teman anda. Dilengkapi dengan dermaga yang menjorok ke tengah danau sepanjang lebih dari 100m. Dermaga didesain sedemikiran rupa sehingga anda bisa memilih dimana anda akan berenang sesuai dengan jarak dan tingkat kedalaman yang anda inginkan. Tidak jauh dari dermaga, di pesisir danau juga terdapat beberapa gazebo yang bisa dijadikan tempat berkumpul buat keluarga dan teman-teman anda. Untuk hari-hari tertentu di tempat ini biasa pula diselenggarakan event-event seperti beragam lomba, acara tradisional, atau dipake sebagai tempat acara oleh suatu komunitas tertentu.

Pantai C

Bertempat di kawasan salonsa sorowako, pantai C menyajikan suasana yang berbeda. Bagi anda yang menyukai tempat yang lebih santai dan sejuk, tempat ini bisa dijadikan salah satu referensi anda untuk rekreasi dengan keluarga atau teman anda. Tempat yang bersih, view yang menarik ke arah danau serta banyaknya pohon-pohon yang rimbun disekitarnya serta kontur tanah yang rata dengan rerumputan yang melapisi hampir seluruh sisi pantai menjadikan tempat ini terlihat lebih santai dan sejuk. Pasir yang halus dan air yang dangkal menjadikan tempat ini layak buat tempat bermain bersama keluarga.



Thursday, September 19, 2013

Pengenalan dasar Batuan

BATUAN BEKU 

      Batuan beku merupakan batuan yang berasal dari hasil proses pembekuan magma. Igneous berasal dari kata ignis yang berarti api atau pijar, karena magma merupakan material silikat yang panas dan pijar yang terdapat di dalam bumi.
      Magma merupakan material silikat yang sangat panas yang terdapat di dalam bumi dengan temperatur berkisar antara 600oC sampai 1500oC. Magma disusun oleh bahan yang berupa gas (volatil) seperti H2O dan CO2, dan bukan gas yang umumnya terdiri dari Si, O, Fe, Al, Ca, K, Mg, Na dan minor element seperti V, Sr, Rb, dll. Magma terdapat dalam rongga di dalam bumi yang disebut dapur magam (magma chamber). Karena magma relatif lebih ringan dari batuan yang ada disekitarnya, maka magma akan bergerak naik ke atas. Gerakan dari magma ke atas ini kadang-kadang disertai oleh tekanan yang besar dari magma itu sendiri atau dari tekanan disekitar dapur magma, yang menyebabkan terjadi erupsi gunung api. Erupsi gunung api ini kadang-kadang hanya menghasilkan lelehan lava atau disertai dengan letusan yang hebat (eksplosif).
      Lava merupakan magma yang telah mencapai permukaan bumi, dan mempunyai komposisi yang sama dengan magma, hanya kandungan gasnya relatif lebih kecil. Lava yang membeku akan menghasilkan batuan beku luar (ekstrusif) atau batuan volkanik. Magma yang tidak berhasil mencapai permukaan bumi dan membeku di dalam bumi akan membentuk batuan beku dalam (instrusif) atau batuan beku plutonik.

Proses Kristalisasi Magma

      Karena magma merupakan cairan yang panas, maka ion-ion yang menyusun magma akan bergerak bebas tak beraturan. Sebaliknya pada saat magma mengalami pendinginan, pergerakan ion-ion yang tidak beraturan ini akan menurun, dan ion-ion akan mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur. Proses ini disebut kristalisasi. Pada proses ini yang merupakan kebalikan dari proses pencairan, ion-ion akan saling mengikat satu dengan yang lainnya dan melepaskan kebebasan untuk bergerak. Ion-ion tersebut akan membentuk ikatan kimia dan membentuk kristal yang teratur. Pada umumnya material yang menyusun magma tidak membeku pada waktu yang bersamaan.
      Kecepatan pendinginan magma akan sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi, terutama pada ukuran kristal. Apabila pendinginan magma berlangsung dengan lambat, ion-ion mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya, sehingga akan menghasilkan bentuk kristal yang besar. Sebaliknya pada pendinginan yang cepat, ion-ion tersebut tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan dirinya, sehingga akan membentuk kristal yang kecil. Apabila pendinginan berlangsung sangat cepat maka tidak ada kesempatan bagi ion untuk membentuk kristal, sehingga hasil pembekuannya akan menghasilkan atom yang tidak beraturan (hablur), yang dinamakan dengan mineral gelas (glass).
      Pada saat magma mengalami pendinginan, atom-atom oksigen dan silikon akan saling mengikat pertama kali untuk membentuk tetrahedra oksigen-silikon. Kemudian tetrahedra- tetrahedra oksigen-silikon tersebut akan saling bergabung dan dengan ion-ion lainnya akan membentuk inti kristal dari bermacam mineral silikat. Tiap inti kristal akan tumbuh dan membentuk jaringan kristalin yang tidak berubah. Mineral yang menyusun magma tidak terbntuk pada waktu yang bersamaan atau pada kondisi yang sama. Mineral tertentu akan mengkristal pada temperatur yang lebih tinggi dari mineral lainnya, sehingga kadang-kadang magma mengandung kristal-kristal padat yang dikelilingi oleh material yang masih cair.
      Komposisi dari magma dan jumlah kandungan bahan volatil juga mempengaruhi proses kristalisasi. Karena magma dibedakan dari faktor-faktor tersebut, maka kenampakan fisik dan komposisi mineral batuan beku sangat bervariasi. Dari hal tersebut, maka penggolongan (klasifikasi) batuan beku dapat didasarkan pada faktor-faktor tersebut di atas. Kondisi lingkungan pada saat kristalisasi dapat diperkirakan dari sifat dan susunan dari butiran mineral yang biasa disebut sebagai tekstur. Jadi klasifikasi batuan beku sering didasarkan pada tekstur dan komposisi mineralnya.


Tekstur Batuan Beku

      Tekstur pada batuan beku digunakan untuk menggambarkan kenampakan batuan yang didasarkan pada ukuran (sifat) dan susunan kristal-kristal penyusun batuan beku. Tektur merupakan ciri yang sangat penting, karena tekstur dapat menggambarkan kondisi proses pembentukan batuan beku. Kenampakan ini memungkinkan ahli geologi untuk mengetahui kejadian batuan beku di lapangan.
      Tekstur terpenting yang mempengaruhi tekstur batuan beku adalah tingkat kecepatan pembekuan magma. Pembekuan magma yang lambat akan menghasilkan butir-butir kristal yang besar. Proses ini terjadi pada magma yang terdapat jauh di bawah permukaan bumi atau material yang disemburkan oleh gunung api pada saat erupsinya, akan mengalami pembekuaan yang sangat cepat.
      Batuan beku yang terbentuk pada atau dekat dengan permukaan bumi akan menunjukkan tekstur yang berbutir halus yang disebut afanitik. Butiran mineral pada batuan beku afanitik sangat kecil, sehingga sangat sulit dibedakan jenis mineralnya dengan mata biasa. Meskipun jenis mineralnya sulit ditentukan karena ukurannya yang sangat halus, tetapi batuan ini dapat dicirikan oleh warnanya yang sangat terang, menengah atau gelap. Batuan beku afanitik yang berwarna terang terutama disusun oleh mineral non ferromagnesian silicate. Sedang batuan beku afanitik yang berwarna gelap disusun oleh mineral-mineral feromagnesian silikat.
      Kenampakan yang umum pada batuan beku afanitik adalah adanya lubang-lubang bekas keluatnya gas yang bentuknya membundar atau memanjang yang disebut vesikuler, dan umumnya terdapat pada bagian luar dari aliran lava.
      Batuan beku yang terbentuk jauh di bawah permukaan akan menghasilkan tekstur butiran yang kasar, yang disebut faneritik. Tekstur ini menunjukkan butiran yang kasar dan relatif sama besar, serta mineral-mineralnya dapat dibedakan dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar. Batuan beku faneritik ini karena terbentuk jauh di bawah permukaan, maka batuan ini akan muncul ke permukaan setelah batuan yang menutupinya mengalami proses erosi.
      Massa magma yang besar yang terletak jauh di kedalaman bumi, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pembekuannya, puluhan ribu tahun atau bahkan jutaaan tahun. Karena semua mineral dalam magma tidak mengkristal pada waktu yang bersamaan, maka akan memungkinkan untuk beberapa mineral membentuk kristal-kristal yang cukup besar. Jika magma yang mengandung beberapa kristal besar mengalami perubahan kondisi lingkungannya, maka sisa dari magma akan mengalami pembekuan yang sangat cepat sehingga menghasilkan butiran kristal yang halus. Batuan yang dihasilkan akan menunjukkan kristal-kristal kasar dikelilingi atau tertanam pada matrik dari kristal-kristal yang berbutir halus. Kristal-kristal yang besar disebut fenokris, sedang matrik kristal-kristal yang kecil disebut masa dasar. Batuan beku yang mempunyai tekstur semacam ini disebut batuan beku porfir (porphyry).
      Pada beberapa aktivitas gunung api, magma yang setengah padat akan dilemparkan ke atmosfera dan akan mengalami pembekuan yang sangat cepat. Pembekuan yang sangat cepat ini akan menghasilkan tekstur gelas (glass). Batuan yang mempunyai tekstur semacam ini adalah obsidian.
      Meskipun kecepatan pembekuan magma merupakan faktor yang utama pembentuk tekstur batuan beku, faktor lain yang juga penting pengaruhnya terhadap pembekuan tekstur adalah komposisi magma. Magma basaltik yang bersifat encer, umumnya akan membentuk batuan kristalin apabila mengalami pembekuan yang cepat pada aliran tipis lava. Pada kondisi yang sama, magma granitik, yang umumnya lebih kental, akan lebih memungkinkan untuk membentuk batuan dengan tekstur gelas. Akibatnya batuan lelehan lava yang banyak disusun oleh gelas volkanik mempunyai komposisi granitik. Sebaliknya lelehan lava basaltik yang mengalir di laut, bagian permukaannya akan mengalami pembekuan yang sangat cepat sehingga menghasilkan lapisan tipis mineral gelas.
      Beberapa batuan beku dibentuk dari konsolidasi fragmen batuan yang berasal dari erupsi gunung api. Material yang dikeluarkan biasanya berupa debu volkanik yang sangat halus, lapili atau bongkah besar yang berbentuk menyudut yang memungkinkan berasal dari batuan dinding sekitar kawah yang dilemparkan pada saat erupsinya. Batuan beku yang disusun oleh fragmen batuan semacam ini disebut bertekstur piroklastik.
      Kenampakan yang umum dari batuan piroklastik adalah disusun oleh glass shard. Batuan piroklastik lainnya disusun oleh fragmen-fragmen batuan yang tersemen bersama-sama beberapa waktu kemudian. Karena batuan piroklastik ini dibentuk dari individual fragmen, maka teksturnya kadang-kadang sama dengan tekstur batuan sedimen daripada batuan beku.

Komposisi Mineral

      Mineral-mineral yang membentuk batuan beku dideterminasi oleh komposisi kimia magma darimana mineral-mineral tersebut mengkristal. Seperti halnya batuan beku yang telah diketahui mempunyai variasi yang sangat besar, maka dapat pula diasumsikan bahwa macam magmapun mempunyai variasi yang besar pula. Pada ahli geologi telah mendapatkan bahwa satu gunung api mempunyai tingkat erupsi yang bervariasi kadang-kadang mengeluarkan lava yang mempunyai mineral yang berbeda, terutama pada gunung api yang mempunyai periode letusannya cukup lama. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa magam yang sama kemungkinan dapat menghasilkan kandungan mineral yang bervariasi.
      N.L.Bowen merupakan seorang ahli yang pertama kali melakukan penyelidikan terhadap proses kristalisasi magma pada awal abad ke 20 ini. Hasil penyelidikan Bowen di laboratorium menunjukkan bahwa mineral tertentu akan mengkristal pertama kali. Dengan penurunan temperatur, mineral lain akan mulai mengkristal. Sejalan dengan proses pengkristalan dari magma, komposisi dari magma yang tersisa selalu mengalami perubahan juga. Sebagai contoh, pada saat magma telah mengalami pembekuan kira-kira 50 %, magma yang tersisa akan mengalami penurunan kandungan unsur-unsur besi, magnesium dan kalsium, karena unsur-unsur ini dijumpai pada mineral-mineral yang terbentuk pertama kali. Tetapi pasa saat yang bersamaan, komposisi magma lebih diperkaya oleh kandungan unsur-unsur yang banyak terkandung dalam mineral-mineral yang terbentuk kemudian, seperti unsur-unsru sodium dan potasium. Demikian juga kandungan silikon dalam larutan magma semakin bertambah pada proses kristalisasi berikutnya.
      Bowen juga menunjukkan bahwa mineral-mineral yang telah mengkristal dan masih terdapat dalam lingkungan magma yang masih cair, akan bereaksi dengan sisa cairan magma dan menghasilkan mineral berikutnya. Oleh sebab itu susunan atau urutan proses kristalisasi mineral dikenal dengan nama Bowen’s reaction series. Pada bagian kiri dari susunan ini olivin yang merupakan mineral pertama yang terbentuk, akan bereaksi dengan cairan magma dan membentuk piroksin. Reaksi ini akan terus berlangsung sampai mineral yang terakhir dalam seri ini yaitu biotit, terbentuk. Susunan sebelah kiri ini disebut sebagai discontinuous reaction series, karena tiap mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal yang berbeda. Olivin disusun oleh tetrahera tungal, dan mineral lain pada seri ini disusun oleh rangkaian rantai tunggal, rantai ganda dan struktur lembaran. Pada umumnya reaksi yang terjadi tidak sempurna, sehingga mineral-mineral yang bervariasi ini akan hadir pada saat yang bersamaan.
      Pada susunan bagian kanan reaksi berlangsung terus menerus. Mineral yang pertama kali terbentuk adalah mineral feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar) bereaksi dengan ion-ion sodium (Na) yang semakin meningkat persentasenya di dalam magma. Kadangkala kecepatan pendinginan berlangsung sangat cepat sehingga menghambat perubahan yang sempurna dari kalsium feldspar menjadi sodium feldspar. Bila hal ini terjadi zoning pada mineral feldspar, dimana kalsium feldspar di bagian intinya dikelilingi oleh sodium feldspar.
      Pada proses kristalisasi, setelah magma mengalami pembekuan, sisa magma akan membentuk mineral kuarsa, muskovit dan potas feldspar (ortoklas). Meskipun mineral-mineral yang terakhir disebutkan terdapat dalam urutan Bowen’s reaction series, tetapi bagian ini tidak benar-benar merupakan reaction series.
      Walaupun Bowen menunjukkan proses kristalisasi mineral dari magma dengan sistematik, tetapi bagaimana Bowen’s reaction series dapat menceritakan keanekaragaman dari batuan beku ? Pada suatu tingkat proses kristalisasi magma, bagian yang telah mengkristal lebih dulu (padat) akan selalu memisahkan diri dari bagian yang cair. Hal semacam ini dapat terjadi, karena mineral-mineral yang mengkristal lebih dahulu akan lebih berat daripada bagian magma yang masih cair, sehingga mineral-mineral tersebut akan turun ke bawah dan terkonsentrasi pada dapur magma. Proses pengendapan ini terjadi secara bertahap mulai dari mineral-mineral gelap seperti olivin. 

  
Gambar. Seri Reaksi Bowen

Bilamana sisa dari magma kemudian mengkristal, baik di tempat tersebut ataupun di tempatnya yang baru karena mengalami migrasi dari dapur magma, maka akan terbentuk batuan beku dengan komposisi yang berbeda dengan komposisi magma asal.
      Proses segregasi mineral oleh pemisahan dan diferensiasi kristalisasi disebut fractional crystallization (kristalisasi fraksional). Pada tiap tingkatan dari proses kristalisasi, cairan magma terpisah dari bagian magma yang telah padat. Akibatnya kristalisasi fraksional akan menghasilkan batuan beku dengan rentang komposisi yang cukup lebar.
      Bowen berhasil menunjukkan bahwa melalui proses kristalisasi fraktional, satu jenis magma dapat menghasilkan beberapa macam batuan beku. Tetapi penelitian yang baru lebih menunjukkan bahwa proses kristalisasi fraksional saja tidak cukup untuk menjelaskan keanekaragaman batuan beku yang telah banyak diketahi. Meskipun lebih dari satu macam batuan beku dapat terbentuk dari satu jenis magma, tetapi masih ada mekanisme lain yang dapat menghasilkan magma dengan komposisi yang sangat beragam.

Penamaan Batuan Beku

      Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, batuan beku diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan tekstur dan komposisi mineralnya. Tekstur batuan beku dihasilkan oleh perbedaan proses pembekuannya, sedangkan komposisi mineral batuan beku sangat tergantung pada komposisi kimia magma dan kondisi lingkungan proses kristalisasinya. Dari hasil penyelidikan Bowen, mineral yang mengkristal pada kondisi yang sama akan menyusun batuan beku yang sama pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa klasifikasi batuan beku sangat tergantung pada Bowen’s reaction series.
      Mineral-mineral yang pertama mengkristal, Ca feldspar, piroksin dan olivin, merupakan mineral yang kandungan Fe, Mg dan Ca-nya tinggi dan kandungan Si rendah. Basalt merupakan batuan beku ekstrusif dengan komposisi mineral-mineral tersebut, tetapi istilah basaltik (basalan) digunakan untuk batuan beku dengan tipe seperti basalt. Mengacu pada kandungan besinya, batuan beku basaltik dicirikan oleh warnanya yang gelap dan sedikit lebih berat dibandingkan dengan batuan beku lainnya yang dijumpai di permukaan.
      Diantara mineral-mineral yang terakhir mengkristal adalah mineral potas feldspar dan kuarsa. Batuan beku yang mempunyai komposisi mineral didominasi oleh mineral-mineral tersebut disebut dengan tipe granitik. Batuan beku menengah (intermediate) disusun oleh mineral-mineral yang terdapat di bagian tengah dari Bowen’s reaction series. Amfibol bersama dengan plagioklas menengah merupakan mineral-mineral utama yang menyusun batuan beku tipe ini. Batuan beku yang mempunyai komposisi diantara granit dan basalt disebut sebagai tipe andestik.

  Tabel. Batuan beku yang umum dijumpai

Granitik
Andesitik
Basaltik
Intrusif
Ekstrusif
Granit
Riolit
Diorit
Andesit
Gabro
Basalt
Komposisi
Mineral
Utama
Kuarsa
K-Feldspar
Na-Feldspar
Amfibol
Plagioklas menengah
Biotit
Ca-Feldspar
Piroksin
Komposisi
Mineral Tambahan
Muskovit
Biotit
Amfifol
Piroksin
Olivin
Amfibol

      Meskipun tiap kelompok batuan beku disusun oleh mineral utama yang terletak pada daerah tertentu dari Bowen’s reaction series, tetapi terdapat juga mineral tambahan yang jumlahnya tidak begitu banyak. Sebagai contoh, batuan beku granitik terutama disusun oleh mineral kuarsa dan potas feldspar (K-feldspar), tetapi kadang-kada juga dijumpai mineral-mineral muskovit, biotit, amfibol dan sodium feldspar (Na-feldspar) dalam jumlah yang sedikit sebagai mineral tambahan.
      Selain tiga kelompok batuan beku seperti yang telah diuraikan di atas, terdapat juga batuan beku yang mempunyai komposisi diantara ketiga kelompok batuan beku tersebut. Sebagai contoh, batuan beku instrusif yang disebut granodiorit, disusun oleh mineral-mineral yang menyusun batuan beku granitik dan batuan beku andesitik. Batuan beku lain yang cukup penting adalah peridotit, yang komposisi mineralnya terutama terdiri dari olivin. Batuan ini termasuk batuan beku ultra basa dan merupakan penyusun utama dari mantel bumi bagian atas.
      Faktor yang penting pada komposisi mineral batuan beku adalah kandungan silika (SIO2). Persentase silika dalam batuan beku sangat bervariasi, dan sebanding dengan kelimpahan mineral lainnya. Contohnya, batuan yang mengandung silika rendah, kandungan kalsium, besi dan magnesiumnya tinggi. Kandungan silika dalam batuan beku tergantung pada tipe dari batuan bekunya. Batuan beku granitik (asam) mempunyai kandungan silika lebih besar dari 66%, batuan beku andesitik (menengah) berkisar antara 55%-66%, batuan beku basaltik (basa) berkisar antara 45%-55%, dan batuan beku ultra basa kurang dari 45%. Kandungan silika dalam magma juga akan mempengaruhi sifat dari magma tersebut. Magma granitik yang kandungan silikanya tinggi bersifat kental (vicous) dan mempunyai titik beku (lebur) sekitar 800oC. Sedangkan magma basaltik bersifat encer dan titik bekunya (lebur) sekitar 1200oC atau lebih tinggi.

      Batuan beku yang mempunyai komposisi mineral yang sama tidak selalu mempunyai nama yang sama. Jadi kenampakan sifat fisik (tekstur) merupakan dasar utama dalam pemberian nama daripada komposisi mineral. Granit merupakan batuan beku instrusif yang bertekstur kasar, sedang batuan beku dengan komposisi mineral yang sama dengan granit tetapi bertekstur halus mempunyai nama riolit.





BATUAN SEDIMEN DAN FOSIL


      Produk dari proses pelapukan mekanik dan kimia merupakan sumber material untuk pembentukan batuan sedimen. Kata sedimentary menunjukkan sifat alam dari batuan sedimen yang berasal dari bahasa Latin sedimentum yang berarti endapan, yang digunakan untuk materi padat yang diendapkan dari fluida. Material hasil proses pelapukan secara tetap akan terkikis dari batuan induknya, kemudian mengalami pengangkutan dan diendapkan di danau, lembah sungai, laut atau cekungan lainnya. Partikel-partikel pada bukit pasir di gurun, lumpur di dasar rawa-rawa, kerakal di sungai, merupakan produk dari proses yang diada hentinya. Karena proses pelapukan batuan, transportasi dan pengendapan material hasil proses pelapukan terus beralangsung, maka material sedimen dapat dijumpai dimana-mana. Setelah diendapkan material yang dekat dengan dasar akan mengalami kompaksi. Lama kelamaan endapan ini akan tersemenkan oleh mineral yang mengkristal di pori-pori antar butiran sehingga membentuk batuan sedimen.
      Para ahli geologi mengestimasikan bahwa jumlah batuan sedimen hanya sekitar 5% volume dari batuan penyusun kerak bumi atau sekitar 16 km lapisan terluar dari kerak bumi. Tetapi kepentingan dari batuan sedimen ini jauh lebih besar dari jumlahnya yang hanya 5%. Apabila mengambil contoh batuan di permukaan bumi, maka mayoritas terbesar adalah batuan sedimen, karena 75% permukaan bumi ini ditutupi oleh batuan sedimen. Jadi batuan sedimen merupakan lapisan yang relatif tipis yang menyusun kerak bumi bagian terluar, karena batuan sedimen terbentuk di permukaan bumi.
      Karena batuan sedimen terakumulasi di permukaan bumi, maka batuan sedimen umumnya menunjukan proses-proses yang terjadi dimasa lalu pada permukaan bumi. Jadi batuan sedimen dapat menunjukan kondisi lingkungan dimasa lalu dimana partikel-partikel sedimen tersebut diendapkan, juga mekanisme transportasinya. Selanjutnya batuan sedimen juga dapat mengandung fosil yang merupakan kunci dalam mempelajari keadaan geologi dimasa lalu, sehingga para ahli geologi dapat menceritakan sejarah bumi ini dengan detail.
      Batuan sedimen juga banyak yang mempunyai arti ekonomis. Batubara sebagai contoh dikelompokkan dalam batuan sedimen. Juga sumber energi yang penting, minyak bumi dan gas alam dijumpai berasosiasi dengan batuan sedimen. Demikian juga beberapa mineral ekonomis seperti besi, aluminium, mangan dapat dijumpau berasosiasi dengan batuan sedimen.


Tipe-tipe Batuan Sedimen

      Material yang terakumulasi sebagai sedimen mempunyai dua sumber utama. Pertama, material sedimen yang terakumulasi berasal dari hasil proses pelapukan mekanik maupun kimia yang tertransportasi dalam keadaan padat. Endapan dari tipe ini disebut detrital dan batuan sedimen yang terbentuk disebut batuan sedimen detrital (detrital sedimentary rocks). Sumber utama yang kedua adalah material yang terlarut hasil dari proses pelapukan kimia, apabila larutan tersebut mengalami presipitasi baik oleh proses anorganik maupun organik, materialnya disebut sedimen kimia dan batuan yang dibentuk disebut batuan sedimen kimia (chemical sedimentary rocks).

Batuan Sedimen Detrital

      Batuan detrital disebut juga batuan sedimen fragmental atau batuan sedimen klastik. Walaupun batuan ini mempunyai variasi mineral atau fragmen yang sangat besar, komposisi utama dari batuan ini adalah kuarsa dan mineral lempung. Seperti telah diuraikan sebelumnya, mineral lempung merupakan produk utama dari pelapukan kimia dari mineral silikat. Lempung adalah mineral yang berbutir halus dengan struktur kristal lembaran seperti mika. Mineral lain pada batuan sedimen adalah kuarsa, karena mineral ini resisten terhadap proses pelapukan kimia. Jadi pada waktu batuan beku yang banyak mengandung kuarsa serti granit mengalami pelapukan kimia, maka butiran mineral kuarsa akan terlepas bebas.
      Mineral lain yang umum pada batuan sedimen adalah feldspar dan mika, kedua mineral tersebut tidak resisten terhadap pelapukan kimia. Apabila dijumpai mineral-mineral tersebut pada batuan sedimen dapat menunjukkan bahwa batuan tersebut merupakan hasil dari proses pelapukan mekanik daripada pelapukan kimia.
      Ukuran butir merupakan dasar utama untuk membedakan batuan sedimen detrital. Tabel di bawah menggambarkan klasifikasi ukuran butir batuan sedimen detrital. Istilah lempung dalam klasifikasi tersebut adalah untuk ukuran butir, bukan untuk nama mineral. Walaupun kebanyakan mineral lempung berukuran lempung, tetapi tidak semua berukuran lempung adalah mineral lempung.

Tabel. Klasifikasi ukuran butir batuan sedimen detrital

Ukuran Butir (mm)
Nama butir
Nama Umum Sedimen
Nama Batuan Sedimen
> 250
64 – 256
4 –   64
2 –     4
Bolder
Kobel
Pebel
Kerikil
Kerakal
Konglomerat atau Breksi
1/16  –    2
Pasir
Pasir
Batupasir
1/256 – 1/16
< 1/256
Lanau
Lempung
Mud
Batulanau
Batulempung

      Ukuran butir batuan sedimen dapat juga dihubungkan dengan energi dari media transportasinya. Kecepatan aliran air atau angin akan menyeleksi ukuran butir partikel yang diangkut. Apabila energinya berkurang, maka material yang diangkut semakin kecil. Seperti misalnya pada aliran sungai, di hulu sungai yang energinya besar diendapkan material yang berukuran kasar, sedang semakin ke arah hilir, material yang diendapkan berukuran pasir. Material yang berukuran lempung dan lanau akan diendapkan dengan energi yang sangat rendah, sehingga akumulasi material ini biasanya terdapat di danau, rawa atau di laut yang tenang.
Shale. Batuan sedimen yang disusun oleh material yang berukuran lanau dan lempung disebut shale. Batuan sedimen yang berbutir halus ini menyusun 70% batuan sedimen kerak bumi. Karena kecilnya, material batuan ini tidak dapat diidentifikasi tanpa bantuan alat pembesar. Shale umumnya tidak mengalami sementasi dengan baik dan mudah pecah, tetapi mempunyai porositas yang kecil. Walaupun merupakan batuan sedimen yang dominan, tetapi merupakan batuan sedimen yang paling sedikit diketahui dengan baik. Shale jarang memberikan singkapan yang baik seperti batupasir atau batuan sedimen lainnya karena shale mudah mengalami pelapukan dan membentuk lapisan penutup batuan yang masih segar.
      Istilah shale biasanya digunakan untuk semua batuan sedimen yang berbutir halus, tetapi banyak ahli geologi menggunakan lebih terbatas. Istilah ini sering digunakan untuk batuan sedimen berbutir halus yang menunjukan sifat mudah terpisah menjadi lapisan-lapisan tipis. Bila batuannya kompak dan membentuk blok batuannya disebut mudstone.
Batupasir. Merupakan batuan sedimen yang berukuran pasir dan yang paling banyak dijumpai setelah shale. Batuan ini menyusun 20% dari batuan sedimen pada kerak bumi. Kuarsa merupakan mineral yang umum dalam batupasir. Bila mineral ini dominan, maka disebut batupasir kuarsa. Sedang bila mineral feldspar yang dominan, disebut arkose. Dominasi mineral feldspar dalam batupasir menunjukan bahwa batuan ini kurang mengalami pelapukan kimia. Batuan sedimen yang disusun oleh mineral kuarsa dan feldspar disebut graywacke. Warna gelap pada batuan ini disebabkan oleh kandungan yang banyak dari fragmen yang menyudut dan lempung. Karena batuan ini memiliki pemilahan yang buruk, maka sering disebut dirty sandstone.
Konglomerat. Batuan ini disusun oleh partikel-partikel yang berukuran kasar (gravel). Partikel yang besar umumnya merupakan fragmen batuan. Diantara fragmen yang kasar terdapat material yang berukuran lebih halus yang disebut masa dasar (matriks), yang terdiri dari mud dan pasir. Batuan ini sering mengalami sementasi yang baik, sehingga membentuk batuan yang sangat kompak. Jika material yang kasar berbentuk menyudut (angular), maka batuannya disebut breksi.


Batuan Sedimen Kimia

      Berbeda dengan batuan sedimen detrital yang disusun oleh material hasil pelapukan yang padat, maka sedimen kimia dibentuk dari material yang diangkut dengan pelarutan. Larutan yang mengandung material hasil proses pelapukan kimia ini bila mengalami presipitasi akan membentuk batuan sedimen kimia. Proses presipitasi ini bisa berlangsung oleh proses anorganik ataupun oleh organik yang hidup di air. Bila proses presipitasi dilakukan oleh organisme, maka batuannya disebut batuan sedimen biokimia.
      Contoh dari batuan sedimen kimia oleh proses anorganik adalah terbentuknya batugaram oleh evaporasi air asin. Sebaliknya tumbuhan dan binatang menyerap material yang terlarut dalam air untuk membentuk rangka atau rumahnya. Setelah  organisme ini mati, rangka atau cangkangnya akan terakumulasi di dasar laut atau danau tempat hidup organisme tersebut.
Batugamping (Limestone). Menyusun 10% dari total volume batuan sedimen, batugamping merupakan batuan sedimen kimia yang terbanyak. Batuan ini disusun terutama oleh mineral kalsit (CaCO3), dan dapat dibentuk baik oleh proses anorganik maupun biokimia. Batugamping yang dibentuk oleh proses biokimia lebih umum dijumpai. Sekitar 90% batugamping di dunia merupakan hasil akumulasi sedimen biokimia.
      Meskipun kebanyakan batugamping dibentuk oleh proses biokimia, proses ini tidak seluruhnya terjadi, karena rangka atau cangkang binatang dapat mengalami perubahan sebelum mengalami pembatuan. Contoh yang sangat mudah dikenal dari batugamping biokimia adalah coquina, batuan yang berbutir kasar yang tersusun oleh fragmen cangkang atau rangka binatang dan tidak tersemen dengan baik. Contoh lain adalah chalk, merupakan batuan hampir seluruhnya disusun oleh cangkang foraminifera, merupakan binatang bersel tunggal yang sangat halus.
      Batugamping organik terbentuk oleh proses evaporasi dengan naiknya temperatur meningkat konsentrasi kalsium karbonat sehingga terjadi presipitasi. Travertin merupakan batugamping yang sering dijumpai di dalam goa, seperti juga batugamping oolitik. Travertin dibentuk pada waktu airtanah yang mengandung kalsium karbonat mengalami evaporasi. Batugamping oolitik adalah batuan yang disusun oleh butiran kecli yang berbentuk bundar yang disebut oolit. Oolit terbentuk pada lingkungan laut dangkal oleh butiran yang sangat halus dan terbawa oleh arus dan dilapisi oleh kalsium karbonat selapis demi selapis ketika bergulir pada dasar laut.
Dolomit. Merupakan batuan yang sangat mirip dengan batugamping dan disusun oleh mineral “calcium-magnesium carbonate” yang disebut juga mineral dolomit. Untuk membedakan nama mineral dan batuan, beberapa ahli geologi menyebut dolostone untuk nama batuan yang disusun oleh mineral dolomit. Mekipun dolomit dapat terbentuk dari presipitasi langsung dari laur, tetapi dolomit dapat juga terbentuk dari subsitusi magnesium yang terdapat dalam air laut terhadap kalsium yang terdapat dalam batugamping. Hal ini terbukti dari lebih banyak dolomit dijumpai pada batuan yang berumur tua daripada yang berumur muda, karena dibutuhkan waktu oleh magnesium untuk mensubstitusi kalsium.
Rijang (chert). Nama ini digunakan untuk batuan yang keras dan kompak yang disusun oleh mikrokristalin silika (SiO2). Contoh yang sangat dikenal adalah flint yang disusun oleh material organik yang berwarna gelap. Jasper untuk variasi yang berwarna merah, karena kandungan oksida besi.
      Endapan rijang umumnya dijumpai pada satu dari dua kondisi sebagai nodul yang berbentuk tak beraturan pada batugamping dan lapisan dalam batuan. Kebanyakan nodul silika yang berkomposisi silika merupakan endapan langsung dari air. Jadi nodul merupakan hasil dari proses anorganik. Sebaliknya lapisan rijang merupakan hasil presipitasi langsung dari air laut, karena kandungan silika dalam air laut tidak besar. Jadi lapisan rijang diperkirakan berasal dari hasil proses biokimia. Beberapa organisme laut seperti diatomae dan radiolaria menggunakan silika untuk membentuk rangka dan rumahnya. Mikroorganisme ini dapat mengikat silika dalam larutan yang jenuh silika, kejadian inilah yang diperkirakan membentuk lapisan rijang.
Batugaram dan batugipsum. Seringkali proses evaporasi merupakan mekanisme terbentuknya batuan sedimen kimia. Mineral yang umum terjadi, melalui proses ini adalah halit (sodium klorida) yang menyusun batugaram, dan gipsum (hidro clcium sulfida) yang menyusun batugipsum.
Batubara (coal). Batubara dikelompokkan ke dalam batuan sedimen biokimia, tetapi sedikit berbeda dengan batuan sedimen biokimia. Batuan ini disusun oleh material organik terutama oleh sisa-sisa tumbuhan yang sudah mengalami ubahan tetapi struktur asal masih terlihat. Hal ini menunjukan kejadian dari batubara ini adalah penimbunan yang lama dari akumulasi tumbuhan yang besar. Kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses ini adalah rawa-rawa yang miskin kandungan oksigennya. Tipe batubara mempunyai beberapa tingkatan, semakin tinggi temperatur dan tekanannya semakin kecil pengotoran dan kandungan volatilnya seperti diagram berikut:
PEAT    ->  LIGNIT -> BITUMINOUS  ->   ANTRASIT


Batubara bituminous merupakan tipe batubara yang terpenting. Antrasit terbentuk dari bituminous yang mengalami metamorfisme. Meskipun antrasit mempunyai tingkatan yang tertinggi, tetapi tipe ini penyebarannya tidak luas dan lebih mahal penambangannya.

Perubahan Sedimen Menjadi Batuan Sedimen

      Proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan sedimen disebut litifikasi. Salah satu proses litifikasi adalah kompaksi atau pemadatan. Pada waktu material sedimen diendapkan terus menerus pada suatu cekungan, berat endapan yang berada di atas akan membebani endapan yang berada di bawahnya. Akibatnya butiran sedimen akan semakin rapat, dan rongga antara butiran akan semakin kecil. Sebagai contoh lempung yang tertimbun dibawah material sedimen lain beberapa ribu meter tablanya, volume dari lempung tersebut akan mengalami penyusutan sebanyak 40%. Karena pasir dan sedimen lain yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses kompaksi merupakan proses yang signifikan untuk proses litifikasi batuan sedimen yangberbutir halus seperti shale.
      Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi batuan sedimen adalah sementasi. Material yang menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran kemudian larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir, dan akan mengikat butiran-butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan oksida besi. Untuk mengetahui macam semen pada batuan sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat diketahui dengan larutan HCl. Silika merupakan semen yang sangat keras dan akan menghasilkan batuan sedimen yang sangat keras. Apabila batuan sedimen berwarna orange atau merah gelap, maka batuan sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang semen pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomis batuan tersebut. Sebagai contoh batupasir yang tersemenkan oleh oksida besa dapat menjadikan batupasir menjadi bijih besi (iron ore).
      Meskipun batuan sedimen terlitifikasi oleh proses kompaksi, sementasi atau kombinasi dari keduanya, beberapa batuan sedimen terlitifikasi oleh pertumbuhan kristal yang saling mengikat. Proses ini sering terjadi pada batuan sedimen kimia.

Klasifikasi Batuan Sedimen

      Batuan sedimen pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu sedimen detrital dan kimia. Kemudian batuan sedimen detrital dikelompokan lagi berdasarkan ukuran butirnya, sedangkan batuan sedimen kimia didasarkan pada komposisi mineralnya.
      Pada kenyataannya banyak batuan sedimen yang termasuk dalam batuan sedimen kimia juga mengandung material sedimen, material detrital. Sebagai contoh, batugamping kadang mengandung material pasir atau lempung, sehingga memberikan sifat pasiran atau lempunga. Sebaliknya batuan sedimen detriral sebagian besar mengalami sementasi oleh mineral yang terbentuk dalan air, maka sebenarnya sulit dikatakan bahwa benar-benar murni tersusun oleh material detrital.
      Seperti dalam batuan beku, tekstur merupakan hal yang terpenting dalam klasifilkasi batuan sedimen. Ada dua macam tekstur yang digunakan dalam klasifikasi batuan sedimen yaitu klastik dan nonklastik. Kata klastik berasal dari bahasa Yunani yang berarti hancuran. Jadi batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang disusun oleh material hancuran. Seperti terlihat pada klasifikasi batuan sedimen, semua batuan sedimen detrital bertekstur klastik. Coquina adalah batugamping yang disusun oleh cangkang dan fragmen cangkang adalah klastika seperti batupasir dan konglomerat.
      Batuan sedimen kimia kebanyakan bertekstur nonklastik, dimana mineral penyusunnya saling tumbuh bersama (interloding). Oleh sebab itu kenampakan batuan sedimen nonklastik hampir sama dengan batuan beku. Tetapi keduanya dapat dibedakan dengan mudah, karena mineral yang menyusun batuan sedimen nonklatik berbeda dengan mineral yang menyusun batuan beku.

Kenampakan Batuan Sedimen

      Seperti telah diuraikan sebelumnya, batuan sedimen sangat penting untuk menceritakan sejarah bumi ini. Batuan yang terbentuk pada permukaan bumi ini terakumulasi lapisan demi lapisan. Tiap lapisan akan mencatat tentang kondisi lingkungan pada waktu sedimen tersebut diendapkan. Lapisan ini yang biasa disebut perlapisan (strata, beds) merupakan kenampakan karakteristik batuan sedimen.
      Ketebalan perlapisan batuan sedimen bervariasi sangat tipis hingga beberapa puluh meter. Perlapisan batuan sedimen dipisahkan oleh bidang perlapisan (bedding planes), yang merupakan permukaan pembatas. Bidang perlapisan dapat terbentuk oleh adanya perubahan ukuran butir atau komposisi mineral. Pada umumnya bidang perlapisan menunjukan akhir dari suatu pengendapan dan awal dari pengendapan berikutnya.
      Banyak kenampakan batuan sedimen yang dapat diduksi oleh para ahli geologi. Sebagai contoh, konglomerat menunjukan kondisi energi tinggi seperti pada aliran yang kuat, dimana butiran fragmen yang berukuran kasar yang dapat diendapkan. Batupasir arkose menunjukan iklim yang kering, dimana proses pelapukan mineral feldspar relatif kecil. “Carbonaceous shale” menunjukan kondisi lingkungan energi lemah dan kaya akan bahan organik seperti rawa dan laguna. Kenampakan lain pada batuan sedimen juga dapat menunjukan kondisi lingkungan masa lampau. Perlapisan gelembur gelombang (ripple marks) merupakan bentuk permukaan yang dihasilkan oleh arus sungai atau arus pasangsurut yang mengalir diatas dasar yang berpasir atau oleh hembusan angin diatas bukit pasir. Ripple marks dapat juga menunjukan arah arus atau angin di masa lampau.
      Mudcrack (rekah kerut) menunjukan bahwa kondisi lingkungan dimana batuan sedimen terbentuk pada kondisi yang berubah-ubah antara basah dan kering. Kondisi semacam ini sering terjadi pada lingkungan danau dangkal, dataran pasangsurut dan cekungan di daerah gurun.
      Kadang-kadang perlapisan batuan sedimen menyudut terhadap bidang horizontal. Perlapisan yang demikian disebut cross bedding dan merupakan karakteristik untuk sedimen delta sungai dan bukit pasir.
      Fosil, sisa kehidupan dimasa lampau, merupakan unsur yang penting yang sering dijumpai pada batuan sedimen. Fosil penting digunakan untuk mengetahui kondisi geologi dimasa lampau, terutama untuk mengetahui paleoenvironment. Selain itu fosil dapat digunakan untuk mengkorelasikan batuan yang berumur sama yang dijumpai pada tempat yang berbeda.


FOSIL
  
      Kira-kira 550 juta tahun yang lalu longsoran lumpur terjadi di dasar laut purba. Tumbuhan dan binatang terangkut pada proses tersebut ke dasar laut yang lebih dalam dan terjebak dalam lapisan sedimen lumpur yang kemudian mengalami litifikasi menjadi serpih. Selanjutnya serpih mengalami pengangkatan membentuk pegunungan yang tinggi pada batuan tersebut ditemukan sejumlah sisa-sisa organisme tadi yang beberapa jenis diantaranya masih tetap hidup sampai sekarang sedang lainnya telah musnah.
      Sisa-sisa kehidupan dimasa lampau dan telah mengalami pembatuan disebut fosil. Sampai saat ini telah dijumpai banyak jenis fosil dari unsur yang berbeda-beda. Fosil yang tertua adalah jejak yang sangat kecil dari organisme yang menyerupai bakteri yang pernah hidup 3000 juta tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang memperlajari tentang kehidupan yang pernah ada dimasa lampau disebut paleontologi. Paleontologi sangat membantu ahli geologi dalam melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.

1.    Proses Pembentukan Fosil
      Untuk mengetahui bagaimana fosil terbentuk, tergantung apa yang terjadi setelah organisme tersebut mati. Kebanyakan organisme yang telah mati dimakan oleh binatang atau hancur karena organisme lainnya. Selain itu proses dekomposisi dapat juga menghancurkan organisme tersebut. Proses tersebut kadang sangat aktif, sehingga dapat menghilangkan sama sekali jejak-jejak dari organisme yang telah mati. Tetapi pada kondisi tertentu sisa dan atau jejak dari organisme yang mati tersebut dapat terawetkan dan menjadi fosil.

a.     Fosil yang terbentuk oleh proses pengawetan
      Proses pengawetan adalah proses yang menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya tetap terawetkan dengan sedikit perubahan sifat kimia maupun fisikanya.
      Di Siberia pernah ditemukan bayi mammoth (gajah purba) yang berumur sekitar 44.000 tahun terawetkan pada tanah yang membeku. Tubuh mammoth tersebut ditemukan lengkap dengan kulit dan bulunya. Daging mammoth yang telah terawetkan tersebut ternyata masih tetap segar dan merupakan salah satu hidangan yang disajikan pada pertemuan para ahli geologi dan ahli biologi telah mempelajari informasi genetik dari sel yang mengalami pembekuan. Organisme kecil semacam insekta dapat pula membentuk fosil. Organisme kecil tersebut dapat terjebak dalam lapisan-lapisan kayu, dan apabila kayu tersebut mengalami fosilisasi dan membentuk material yang sebut amber, organisme tersebut dapat terawetkan didalamnya.
      Pada lingkungan gurun, sisa-sisa binatang dapat mengalami proses dehidrasi yang disebut proses mummifikasi. Salah satu contoh dari fosil yang mengalami mummifikasi pernah dijumpai di New Meksiko. Kulit dari organisme tersebut masih tetap ada dan tulang-tulangnya masih terikat satu dengan lainnya oleh ligament.
      Bagian organisme yang keras seperti tulang, gigi atau cangkang pada umumnya tahan terhadap proses dekomposisi, dan apabila lingkungan fisika dan kimia memungkinkan, bagian-bagian tersebut terawetkan untuk jangka waktu yang cukup lama.

b.     Mineralisasi
      Pengawetan tanpa perubahan sifat fisika dan kimia sangat jarang terjadi dan fosil dengan tipe ini sangat jarang terjadi. Pada kondisi lain, seluruh atau sebagian dari tubuh organisme mengalami penggantian oleh mineral yang disebut proses mineralisasi. Meski material yang menyusun organisme tersebut telah digantikan oleh mineral, struktur sel organisme tersebut masih dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan bermacam cara, yaitu rekristalisasi, permineralisasi dan penggantian (replacement).
Rekristalisasi. Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrata laut seperti koral, kerang dan oyster terutama disusun  oleh Kalsium karbonat. Kebanyakan invertebrata yang masih hidup menyerap kalsium karbonat untuk membuat rangkanya dengan menghasilkan mineral aragonit. Setelah organisme tersebut mati, struktur kristal aragonit akan berubah menjadi mineral kalsit yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena atom-atom penyusun mineral aragonit akan menyesuaikan diri dan membentuk kristal yang lebih solid. Fosil yang telah mengalami proses rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur dalam yang tetap hanya komposisi mineralnya yang berubah.
Permineralisasi. Pada tulang dan cangkang binatang kadang dijumpai rongga arau lubang yang saluran darah, syaraf dan bagian lunak organisme lainnya. Ketika organisme tersebut mati, air dapat mengalir melalui rongga-rongga tersebut. Jika air masuk ke dalam rongga tersebut mengandung ion-ion terlarut seperti silika, kalsium karbonat atau oksida besi, ion-ion tersebut akan mengalami presipitasi dan mengisi rongga-rongga tersebut dengan mineral. Proses tersebut disebut proses permineralisasi. Selama proses tersebut, tulang dan cangkang asli dari organisme tidak mengalami perubahan. Tetapi karena adanya mineralisasi di dalam rongga dan pori-porinya, maka fosil organisme tersebut lebih berat dan lebih tahan. Proses permineralisasi dapat juga terjadi pada bagian lunak dari tumbuhan. Air yang membawa larutan silika masuk ke dalam jaringan tumbuhan yang tumbang dan mengkristal membentuk mineral kuarsa. Fosil yang dihasilkan dari proses tersebut disebut fosil kayu atau petrified wood. Lingkaran tahun dan jaringan pada fosil kayu ini sama dengan yang terdapat pada pohon yang hidup jutaan tahun yang lalu.
Replacement. Material yang menyusun organisme dapat mengalami pelarutan dan digantikan oleh mineral lainnya. Proses ini disebut dengan replacement atau penggantian. Selama proses tersebut volume dan bentuk organisme yang asli tetap tetapi material penyusunnya mengalami perubahan. Sebagai contoh cangkang binatang yang tadinya tersusun oleh kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil cangkang tersebut sudah mengalami perubahan disusun oleh silika atau pirit.

c.     Mold dan Cast
      Bayangkan cangkang binatang yang tertinggal di dasar laut dan tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen tersebut mengalami kompaksi dan membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen tersebut yang disebut mold. Apabila yang tercetak adalah bagian luar dari cangkang tersebut di sebut eksternal mold, sedangkan bila yang tercetak bagian dalamnya disebut internal mold. Bila cetakan tersebut terisi oleh material lain maka akan terbentuk cast.

d.     Carbonisasi
      Fosil dapat juga terbentuk oleh proses karbonisasi. Pada proses ini bagian-bagian lunak dari organisme seperti daun, ubur-ubur dan cacing, pada waktu mati dengan cepat mengalami penimbunan oleh sedimen. Karena penimbunan tersebut material mengalami kompresi sehingga komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan unsur karbon yang tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.

e.     Fosil Jejak
      Beberapa fosil tidak terdiri dari sisa tubuh organismenya, tetapi organisme tersebut meninggalkan jejak, lubang atau sarang atau tanda-tanda lain yang dibuatnya. Apabila jejak-jejak tersebut terawetkan, maka disebut fosil ejak (trace fossils). Jejak-jejak binatang telah banyak dijumpai pada batuan sedimen. Fosil jejak tersebut dapat memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme tersebut bergerak semasa hidupnya, apakah organisme tersebut berjalan dengan dua kaki atau empat kaki dan memberikan petunjuk bagaimana kebiasaan hidup dari organisme tersebut.

2. Kegunaan Fosil Dalam Geologi
      Para ahli geologi selalu tertarik terhadap bagaimana batuan, mineral dan bentang alam mangalami perubahan dengan berubahnya waktu. Ukuran waktu dalam skala waktu geologi akan di uraikan pada bab lain, tetapi di sini akan diuraikan bagaimana para ahli geologi mengunakan fosil.

A.    Fosil dan pengukuran umur.
      Fosil dapat digunakan untuk menentukan umur relatif dari batuan sedimen. Lapisan sedimen yang mengandung fosil tertentu dapat dikatakan bahwa batuan sedimen berbentuk pada waktu binatang-binatang yang membentuk fosil tersebut hidup. Jadi batuan sedimen tersebut terbentuk bersamaan rentang waktu kehidupan binatang tersebut. Setiap organisme mengalami perubahan dengan perubahan waktu, sehingga setiap organisme mempunyai rentang waktu yang berbeda-beda. Jadi fosil tertentu akan dapat menunjukkan batuan sediman yang mengandung fosil tersebut terbentuk pada waktu tertentu. Jadi umur relatif dari batuan sedimen dapat ditentukan dengan mempelajari fosil-fosil yang terkandung didalamnya.

B.    Fosil dan Korelasi
      Korelasi adalah menghubungkan antara dua alam atau lebih unit batuan yang berada pada tempat yang berbeda dan mempunyai kesamaan umur. Korelasi merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam geologi, karena pada kenyataanya batuan-batuan yang menyusun kerak bumi isi tersingkap setempat-setempat dan kadang mempunyai jarak yang berjauhan.
      Jika proses evolusi terjadi sangat cepat pada suatu organisme tersebut mempunyai jangka waktu hidup yang pendek. Fosil dan organisme tersebut dapat menunjukkan umur batuan dengan rentang waktu yang sangat pendek. Fosil dengan rentang waktu hidup yang sangat pendek tersebut di sebut fosil indeks atau fosil penunjuk, karena fosil tersebut dapat digunakan untuk menentukan umur batuannya. Fosil indeks yang sangat baik adalah yang berevolusi dengan cepat, sangat melimpah pada jangka waktu yang pendek, mempunyai penyebaran yang luas dan dengan cepat mengalami pemusnahan dan terawetkan dengan baik pada batuan. Bahan-bahan yang mengandung fosil yang sama dikatakan mempunyai umur yang sama jadi batuan yang mengandung fosil dengan umumr yang sama dan berasal dari tempat yang berbeda dapat diselesaikan.

C.    Penyusunan skala waktu Geologi
      Tidak hanya individu spesies tertentu yang dapat mengalami perubahan yang sangat cepat, tetapi kadang-kadang, seluruh karakter kehidupan pada planet ini dapat mengalami perubahan dengan sangat cepat pula. Sebagai contoh, meskipun kehidupan dipercaya telah mengalami evolusi mulai sekitar 4 milyar tahun lalu. Kehidupan awal ini sangat kecil dan tidak mempunyai bagian yang keras seperti tulang dan cangkang, Sehingga sisa kehidupan organisme ini sebagai fosil sangat jarang sekali. Kemudian dengan tiba-tiba, seperti ledakan, spesies yang bercangkang terbentuk sekitar 570 juta tahun lalu. Evolusi yang cepat dari binatang bercangkang keras ini menandakan awal dari Era Paleozoik dan merupakan batas utama dari skala waktu geologi. Pembagian utama pada skala waktu geologi di dasarkan pada perubahan flora dan fauna di planet ini yang terawetkan sebagai fosil.

D.    Interpretasi lingkungan pengendapan
      Leonardo da vinci (1452-1519) salah seorang filosof, kira-kira 400 tahun yang lalu menemukan fosil pada batuan di tepi pegunungan dekat dengan laut Adriatik Italia. Fosil-fosil tersebut mirip dengan organisme yang telah diketahui hidup di laut yang berdekatan. Ia melihat batuan yang mengandung fosil tersebut adalah pasir hasil proses pelapukan dari batuan yang ada di pegunungan mengalami pengangkutan oleh sungai hingga di kawasan pantau dimana pasir tersebut mengalami pengendapan. Penumpukan pasir tersebut mengubur sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang hidup di kawasan tersebut. Selanjutnya pasir tersebut mengalami litifikasi menjadi batupasir. Ia juga menyatakan bahwa daerah tersebut tadinya merupakan laut dimana pasir terendapkan dan mengubur kehidupan yang pernah ada di tempat tersebut. Kemudian daerah tersebut mengalami pengangkatan menjadi pegunungan. Jadi fosil yang dijumpai di daerah tersebut dapat membantu untuk melakukan interpretasi mekanisme pembentukan batupasir, dan dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa pegunungan dapat dibangun oleh batuan sedimen yang terbentuk di laut.
      Ahli geologi modern kemudian mencontoh yang diberikan oleh Leonardo da Vinci dalam menggunakan fosil untuk menentukan lingkungan pengendapan batuan sedimen. Sebagai contoh dengan ditemukannya suatu pegunungan yang tingginya sampai beribu meter dan disusun oleh sekuen batuan sedimen. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana suatu perlapisan batuan  sedimen yang sangat tebal tersebut terbentuk. Kemungkinan pertama adalah pada waktu itu ada cekungan yang sangat dalam (palung) yang terus menerus terisi oleh sedimen, hingga mencapai ketebalan beribu meter. Tetapi pada batuan sedimen tersebut ternyata dijumpai fosil dari binatang yang umumnya hidup pada lingkungan laut dangkal. Jadi sedimen tersebut tentunya diendapkan pada kondisi lingkungan laut dangkal. Dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa pada waktu sedimen tersebut terakumulasi, cekungan terus mengalami penurunan bersamaan dengan terendapkannya sedimen.

3.    Proses Evolusi
           Proses evolusi ada;ah proses perubahan karakteristik fisk dan genetik dari suatu spesies karena perubahan waktu. Proses ini dapat dipelajari dengan mempelajari fosil.
      Teori evolusi pertama kali diperkenalkan kepada umum oleh Charles Darwin pada tahun 1858. Darwin mengatakan bahwa proses evolusi terjadi secara bertahap dengan perlahan-lahan. Setiap tahap terdiri dari perubahan yang sangat kecil dari karakteristik suatu organisme untuk keuntungan dari organisme tersebut ketika menyesuaikan dirinya dengan keadaan di sekitarnya. Perubahan tersebut dimaksudkan agar organisme tersebut tetap hidup dengan adanya perubahan lingkungannya.
      Dengan teorinya Darwin menunjukkan bahwa evolusi kehidupan terjadi secara bertahap. Setiap tahap terdiri dari perubahan kecil pada karakteristik suatu organisme yang sedikit memberikan keuntungan pada organisme lainnya yang tidak mengalami perubahan. Perubahan tersebut memberikan keuntungan pada indivisu organisme untuk dapat mempertahankan kehidupannya. Perubahan tersebut akan menjadi lebih umum pada generasi berikutnya. Pada umumnya individu yang mengalami perubahan tersebut akan mendominasi spesies individu tersebut dan pada akhirnya spesiespun akan mengalami perubahan. Konsep mengenai perubahan ini disebut dengan konsep gradualisme, karena perubahan yang terjadi secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Berdasarkan teori ini perubahan akan berlanjut terus dari satu tahap ke tahap berikutnya dan setiap spesies baru akan menggantikan fasies yang lebih tua. Dalam beberapa hal teori evolusi cukup memuaskan, tetapi teori gradualisme ini tetap memberikan pertanyaan yang tidak terjawabkan.
      Problem lainnya dari teori yang diusulkan oleh Darwin ini adalah sangat sedikit fosil yang dijumpai yang menunjukkan secara langsung adanya perubahan pada kehidupan yang pernah ada. Sebaliknya studi mengenai fosil menunjukkan bahwa banyak spesies tetap menunjukkan tidak adanya perubahan fisik untuk jangka waktu yang panjang meskipun ada perubahan kondisi lingkungan dan iklim. Selanjutnya dalam periode waktu geologi yang pendek, mungkin sekitar ribuan atau ratusan tahun, spesies baru muncul. Kejadian ini memberikan kesan bahwa perubahan bertahap pada spesies kurang umum daripada seperti yang telah dijelaskan oleh Darwin. Selain itu proses evolusi mungkin terjadi pada suatu seri yang hancur oleh satu periode panjang dengan sedikit atau tanpa perubahan. Konsep ini disebut dengan punctuated evolution.
      Untuk memahami bagaimana pertanda evolusi terjadi dengan membayangkan suatu populasi kecil diisolasi dari anggota spesies lainnya. Selanjutnya dibayangkan perubahan yang jarang tetapi sangat radikal terjadi di dalam kelompok yang diisolasi ini. Jika perubahan ini sangat baik, maka akan mendominasi populasi kecil ini dan akan membentuk spesies yang baru. Spesies baru ini akan hidup bersama dengan spesies yang lama, khususnya bila populasi keduanya tetap terisolasi satu dan lainnya. Kemungkinannya spesies baru akan bermigrasi ke dalam wilayah kehidupan spesies yang lama dan akhirnya akan menggantikannya.

BATUAN SEDIMEN KARBONAT

Tinjauan Umum
      Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah terutama batugamping dan dolomit.
      Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara terbentuknya, yaitu hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Pembentukan batuan karbonat secara kimia, tetapi yang penting adalah turut sertanya organisme di dalam batuan karbonat.
      Ada 5 (lima) mekanisme penting yang dapat menerangkan bagaimana terjadinya pengendapan CaCO3 dan bertambahnya CO2 yang dapat terlarut dalam air (Blatt, 1982).
1.   Bertambahnya suhu dan penguapan. Dari semua gas yang ada, hanya sedikit yang dapat larut dalam air panas dan hal ini yang menyebabkan mengapa batuan karbonat terbentuk hanya pada laut di daerah tropis dan subtropis, jarang didapatkan pada daerah dingin dekat kutub atau pada daerah laut dalam.
2.   Pergerakan air. Bergerak air yang disebabkan oleh angin atau badai akan mengakibatkan kalsium dari organisme pembentuk karang dan lumpur karbonat bergerak berpindah ke atas permukaan air.
3.   Penambahan salinitas. Karbon dioksida kurang larut dalam air garam bila dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar, sehingga dengan bertambahnya salinitas akan menyebabkan karbon dioksida terbebas. Bertambahnya salinitas biasanya akibat dari penguapan dan dapat menambah jumlah kalsium sebanding dengan jumlah ion karbon.
4.   Aktivitas organik. Alga dan koral mempunyai proses yang berbeda satu sama lain namun saling membutuhkan dimana alga menghirup karbon dioksida dan akan mengeluarkan oksigen selama berlangsungnya proses fotosintesa, sedangkan koral menghirup O2 dan akan mengeluarkan CO2.
5.   Perubahan tekanan. Air hujan mengandung sejumlah karbon dioksida mengikat jumlah udara yang banyak, selanjutnya air hujan tersebut masuk dan melewati zona tanah dengan tekanan karbon dioksida lebih besar dibandingkan di atmosfir, akibatnya air tanah menjadi kaya akan karbon dioksida. Bila air tanah tersebut masuk ke dalam sebuah gua maka karbon akan larut dalam air dan menyebabkan terbentuknya kenampakan seperti stalaktit dan stalagmit.
Hal lain adalah terbentuknya tekstur klastik pada batuan karbonat sebagai fragmentasi atau pembentukan sekunder (contoh : oolith), dan pengendapannya menyerupai detritus.

Tekstur
      Pada umumnya yang menjadi unsur-unsur tekstur adalah:
1.  Matriks
2.  Semen Kalsit
3.  Butir
4.  Kerangka organik
5.  Kehabluran/crystalinity
Tekstur batuan karbonat dapat dibagi sebagai berikut :
1.  Tekstur Primer
a.  Kerangka Organik
Tekstur ini disusun oleh material-material yang berasal dari kerangka organik atau “skeletal” dalam pengertian Nelson, atau “frame builder”.
b.  Klastik/Butiran
Tekstur ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
Ø  Tekstur Bioklastik
Terdiri dari fragmen-fragmen ataupun cangkang-cangkang binatang, yang berupa klast (pernah lepas-lepas) : cocquina, foraminifera, keral (lepas-lepas).
Ø  Tekstur Intraklastik/ fragmen non organik
Dibentuk di tempat atau ditransport, tetapi jelas hasil fragmentasi dari batuan atau sedimen gamping sebelumnya.
Ø  Tekstur Chemiklastik/ non fragmental
Butir-butir yang terbentuk di tempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi, penggumpalan dan lain-lain. Contoh : oolith, pisolite.
c.  Massa Dasar
Tekstur ini disusun oleh butir-butir halus dari karbonat yang terbentuk pada waktu sedimentasi.
Dalam tekstur primer, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
Ø  Ukuran Butir
Ukuran butir batuan karbonat sering dipergunakan dengan mengggunakan sistem tersendiri, tetapi hal ini tidak dianjurkan. Adapun klasifikasi ukuran butir yang dipakai adalah klasidikasi ukuran butir dan tatanama dari Folk, 1961 yang didasarkan pada klasifikasi Grabau, 1912.
Ø  Bentuk Butir
Bentuk butir juga penting dalam mempelajari batugamping terutama memperlihatkan energi dalam lingkungan pengendapan.
Untuk bioklastik dibedakan secara extreme :
-                Cangkang-cangkang yang utuh atau fragmen kerangka yang utuh/bekas pecahan jelas
-                Yang telah terabrasi/bulat.
Untuk Chemiklastik dibedakan atas :
-                Spheruidal
-                Ovoid
Untuk batugamping kerangka :
-                Kerangka pertumbuhan (grothframework)
-                Kerangka pergerakan (encrustation)
Ø  Matriks (massa dasar)
Yaitu butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada waktu sedimentasi. Matriks ini dapat dihasilkan dari pengendapan langsung sebagai jarum aragonit secara kimiawi/biokimiawi, yang kemudian berubah menjadi kalsit (?). Juga terbentuk sebagai hasil abrasi, yaitu batugamping yang telah dibentuk, misalnya koral dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang dan merupakan tepung kalsit.
Ø  Hubungan Matriks dan Butiran
Lumpur gamping sangat penting untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Karena butiran batugamping terbentuk secara lokal, maka adanya matriks di antara butiran adalah indikator bagi lingkungan pengendapan air tenang. Berdasarkan hal ini, Dunham membuat klasifikasi karbonat.
2.  Tekstur Sekunder atau Tekstur Diagenesa
Tekstur sekunder pada umumnya adalah tekstur hablur yang didapat pada sebagian batuan ataupun meliputi keseluruhan. Tekstur sekunder ini terbentuk apabila batuan karbonat yang terbentuk sebelumnya mengalami proses diagenesa. Proses-proses diagenesa meliputi :
a.  Pengisian pori dengan lumpur gamping
b.  Mikritisasi oleh ganggang
c.  Sementasi
d.  Pelarutan
e.  Polimorfisme
f.  Rekristalisasi
g.  Pengubahan/pergantian (replacement)
h.  Dolomitisasi
i.  Silisifikasi


BATUAN METAMORF

Proses Metamorfisme

      Proses metamorfisme adalah proses perubahan batuan yang sudah ada menjadi batuan metamorf karena perubahan tekanan dan temperatur yang besar. Batuan asal dari batuan metamorf tersebut dapat batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf sendiri yang sudah ada. Kata metamorf sendiri adalah perubahan bentuk. Agen atau media menyebabkan terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi mineral.
      Kadangkala proses metamorfisme tidak berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak terlalu besar hanya kekompakkannya yang bertambah. Proses metamorfisme yang sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur samapi meleburkan batuan, maka proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses metamorfisme lagi, tetapi sudah menjadi proses aktivitas magma.
      Proses metamorfisme terjadi apabila kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan mengalami perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Karena pembentukannya yang sangat jauh di bawah permukaan, maka proses pembentukan batuan metamorf sangat sulit dipelajari oleh geologiawan.
      Proses metamorfisme sering terjadi pada salah satu dari tiga fenomena pembentukan batuan metamorf. Pertama, pada proses pembentukan pegunungan, batuan yang menyusun suatu daerah yang luas, mengalami tekanan dan perubahan temperatur bersamaan dengan terjadinya deformasi pada batuan tersebut. Akibatnya terjadilah pembentuan batuan metamorf pada daerah yang sangat luas. Proses ini disebut dengan proses metamorfisme regional. Kedua, ketika batuan bersentuhan atau dekat dengan aktivitas magma, akan terjadi proses metamorfisme kontak. Pada proses ini perubahan disebabkan terutama oleh peningkatan temperatur yang sangat tinggi dari magma, sehingga terjadi efek pemanggangan (baking efect) pada batuan disekitar magma. Ketiga, merupakan proses metamorfime yang sangat jarang, terjadi perubahan sepanjang zona sesar. Pada proses ini batuan disepanjang zona tersebut mengalami penghancuran menjadi material yang sangat halus yang disebut milonat, atau material yang kasar yang disebut breksi sesar, karena kenampakannya seperti breksi pada batuan sedimen. Proses ini disebut proses metamorfisme dinamik.

Agen Proses Metamorfisme

      Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.

Panas Sebagai Agen Metamorfisme

      Panas merupakan agen metamorfisme yang paling penting. Batuan yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami perubahan kalau mengalami pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma dari dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan ini tidak atau sedikit terlihat apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat permukaan bumi. Hal ini terjadi karena pada tempat tersebut panas dari magma sudah tidak terlalu berbeda dengan kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan yang demikian hanya akan terjadi proses pembakaran saja pada batuan yang disebut baking efect.
      Batuan yang terbentuk di permukaan juga dapat mengalami perubahan temperatur yang tinggi apabila batuan tersebut mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti telah diketahui bahwa temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman (gradien geothermal). Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan temperatur sekitar 30oC per kilometer. Pada pertemuan lempeng tektonik yang konvergen, batuan dapat mengalami pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam yaitu pada zona subduksi.
Pada pemindahan yang tidak begitu dalam, hanya beberapa kilometer, mineral tertentu seperti mineral lempung menjadi tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral yang lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral lain yang umumnya dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme pada kedalaman sekitar 30 kilometer.

Tekanan Sebagai Agen Metamorfisme

      Tekanan seperti halnya temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Tekanan ini seperti tekanan gas, akan sama besarnya ke segala arah. Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini merupakan tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh pembebanan batuan di atasnya. Batuan akan mengalami tekanan juga pada waktu terjadinya proses pembentukan pegunungan atau deformasi. Pada keadaan ini batuan akan mengalami penekanan yang berarah, dan pemerasan.
      Batuan pada tempat yang dalam akan menjadi platis pada waktu mengalami proses deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat permukaan bumi, batuan akan mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi. Hasilnya batuan yang bersifat rapuh (brittle) akan hancur dan menjadi mineral yang halus.

Proses Metamorfisme dan Aktivitas Larutan Kimia

      Larutan kimia aktif, umumnya air yang mengandung ion-ion terlarut, juga dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfisme. Pori-pori batuan pada umumnya terisi oleh air. Selain itu beberapa mineral hidrat mengandung air dalam struktur kristalnya. Bila terjadi penimbunan yang dalam pada batuan, air yang terdapat di dalam mineral akan ditekan keluar dari struktur kristalnya, dan akan memungkinkan terjadinya reaksi kimia. Air yang terdapat disekitar kristal akan merupakan katalisator terjadinya perpindahan ion.
      Mineral biasanya mengalami rekristalisasi untuk membentuk konfigurasi struktur kristal yang lebih stabil. Pertukaran ion pada mineral akan membentuk mineral-mineral yang baru. Perubahan mineral yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas, telah banyak dipelajari di beberapa daerah gunung api seperti Yellowstone National Park, AS. Disepanjang pematang pegunungan lantai dasar samudera, sirkulasi air laut pada batuan yang masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt yang berwarna gelap menjadi mineral-mineral metamorfisme seperti serpentin dan talk.

Perubahan Tekstur dan Komposisi Mineral

      Derajat metamorfisem direfleksikan oleh kenampakan tekstur dan komposisi mineral batuan metamorf. Pada batuan metamorf tingkat rendah, batuan akan lebih kompak dan padat dibandingkan dengan batuan asalnya. Sebagai contoh, batuan metamorf batusabat (slate) terbentuk dari proses kompaksi yang sudah lanjut dari serpih (shale). Pada kondisi yang lebih ekstrim, tekanan dapat menyebabkan mineral-mineral tertentu mengalami rekristalisasi. Seperti telah diuraikan sebelumnya, air  memegang peranan yang sangat penting pada proses rekristalisasi dengan mempercepat terjadinya perpindahan ion pada mineral. Pada umumnya proses rekristalisasi memungkinkan pertumbuhan kristal menjadi lebih besar. Hal ini mengakibatkan banyak batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral yang besar seperti pada batuan fanerik. Kristal-kristal dari beberapa mineral seperti mika mempunyai struktur lembaran, dan hornblende yang mempunyai struktur butiran yang panjang, apabila mengalami rekristalisasi akan membentuk penjajaran mineral. Orientasi mineral baru ini biasanya tegak lurus terhadap arah gaya tekan yang menyebabkan rekristalisasi tersebut. Hasil dari penjajaran mineral ini menyebabkan batuan menunjukan kenampakan seperti perlapisan yang disebut foliasi.
      Ada beberapa foliasi tergantung pada derajat metamorfismenya. Selama perubahan dari serpih menjadi batusabak, mineral lempung yang stabil  pada kondisi pemukaan, mengalami rekristalisasi menjadi lembaran-lembaran mineral mika yang halus, yang stabil pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi. Selanjutnya selama kristalisasi, kristal-kristal mika yang halus membentuk orientasi, sehingga bidangnya yang datar akan membentuk penjajaran. Akibatnya batusabak sangat mudah dipecahkan melalui bidang lapisan dari mineral mikanya. Sifat yang semikian disebut belahan batuan (rock cleavage). Karena kristal-kristal mika yang menyusun batusabak sangat halus, maka foliasi pada batusabak tidak musah dilihat. Tetapi karena batusabak menunjukkan belahan batuan dengan sangat baik yang disebabkan oleh penjajaran dari mineral penyusunnya, maka batusabak disebut batuan metamorf berfoliasi.
      Pada kondisi tekanan dan temperatur yang lebih tinggi, butiran mika yang sangat halus pada batusabak akan berkembang beberapa kali lebih besar. Kristal-kristal mika yang besar ini akan menyebabkan kenampakan batuan yang pipih. Kenampakan batuan yang demikian disebut sekistositas (schistosity), dan batuan dengan kenampakan yang demikian disebut batuan metamorf sekis (schist). Beberapa batuan sekias diberi nama sesuai dengan mineral yang menyusunnya. Apabila mineral yang menyusun dominan mineral mika, muscovit dan biotit, maka batuannya disebut sekis mika.
      Pada proses metamorfisme tingkat tinggi, perpindahan ion-ion cukup ekstrim, sehingga menyebabkan terjadinya segregasi mineral butiran yang memberikan kenampakan “banded” pada batuan. Kenampakan ini ditunjukan oleh penjajaran mineral butiran seperti kuarsa. Batuan metamorf dengan kenampakan yang demikian disebut genes (gneiss). Batuan metamorf ini biasanya terbentuk dari ubahan batuan beku granit atau diorit, bahkan dapat juga terbentuk dari gabro atau serpih yang mengalami proses metamorfisme tingkat tinggi.
      Batuan metamorf yang tidak menunjukkan struktur foliasi disebut batuan metamorf nonfoliasi. Batuan metamorf ini biasanya hanya disusun oleh satu jenis mineral dengan bentuk kristal equidimensional, sehingga sering juga batuan ini disebut batuan metamorf kristalin. Contoh yang baik adalah batugamping yang berbutir halus mengalami proses metamorfisme, maka butiran mineral kalsit yang halus tersebut bergabung membentuk kristal yang saling mengisi. Hasilnya adalah batuan metamorf yang mirip dengan batuan beku yang berbutir kasar. Batuan metamorf yang berasal dari batugamping disebut marmer (marble). Walaupun batuan tersebut cenderung nonfoliasi, tetapi pada kenampakan mikroskopis batuan ini menunjukkan pemipihan dan penjajaran butiran mineral. Lapisan tipis mineral lempung sering juga dijumpai pada batugamping, yang akan mengalami distorsi pada waktu proses metamorfisme. Distorsi yang berwarna gelap ini memberikan tekstur yang bagus pada marmer.
      Pada proses metamorfisme serpih menjadi batusabak, mineral lempung mengalami rekristalisasi menjadi mika. Dalam beberapa hal komposisi kimia dari batuan uang mengalami rekristalisasi tidak mengalami perubahan, kecuali terjadinya penggabungan dari mineral penyusun batuan dengan ion tertentu yang terdapat dalam air untuk membentuk mineral baru yang lebih stabil pada kondisinya yang baru. Sebagai contoh mineral batuan metamorf yang umum adalah wolastonit. Mineral ini terbentuk pada waktu batugamping (CaCO3) yang banyak mengandung kuarsa (SiO2) mengalami metamorfisme kontak. Pada temperatur yang tinggi mineral kalsit dan kuarsa akan bereaksi membentuk wolastonit (CaSiO3) dan melepaskan karbon dioksida.
      Proses metamorfisme seringkali membentuk mineral-mineral baru. Batuan samping dari suatu tubuh magma yang besar, akan mengalami ubahan oleh ion-ion yang banyak terdapat dalam larutan hidrotermal. Perkolasi air laut pada batuan kerak samudera yang baru terbentuk banyak mengandung ion-ion yang aktif yang bereaksi dengan batuan yang sudah ada. Proses ini menyebabkan banyak batuan kerak samudera kaya akan bijih tembaga.
      Secara ringkas dapat dikatakan bahwa proses metamorfisme dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada batuan termasuk peningkatan densitas batuan, pertumbuhan kristal-kristal besar, reorientasi dari butiran mineral menjadi perlapisan atau penjajaran yang disebut foliasi, dan transformasi dari mineral stabil pada temperatur tinggi. Juga ion-ion yang aktif dapat membentuk mineral baru yang bersifat ekonomis.

Batuan Metamorf Yang Umum

Batuan Berfoliasi (Foliated Rocks)

Batusabak (slate), merupakan batuan metamorf berfoliasi yang berbutir halus dan disusun oleh mineral mika. Batuan ini menunjukkan cleavage batuan yang sangat bagus. Karena sifatnya, maka batusabak sering digunakan sebagai atap, lantai, papan tulis dan meja bilyard. Batusabak terbentuk dari shale yang mengalami metamofisme tingkat rendah. Kadang-kadang batuan ini juga terbentuk dari batuan beku volkanik. Warna batusabak bervariasi tergantung pada kandungan mineralnya. Batusabak yang berwarna hitam banyak mengandung material organik, batusabak merah mengandung banyak oksida besi, dan batusabak hijau mengandung banyak mineral klorit, mineral yang menyerupai mika terbentuk dari Fe silikat. Karena batusabak terbentuk pada metamorfisme tingkat rendah, maka bidang perlapisan batuan asal kadang masih terlihat. Tetapi orientasi cleavage batuan batusabak pada umumnya cenderung memotong perlapisan batuan asal. Jadi tidak seperti shale yang dapat memisah melalui bidang perlapisan, batusabak memecah memotong bidang perlapisan.
Filit (phyllite), merupakan batuan metamorf yang terbentuk pada derajat metamorfismenya lebih tinggi dari batusabak, tetapi lebih rendah dari sekis. Batuan ini disusun oleh mineral-mineral pipih yang lebih besar daripada mineral yang menyusun batusabak, tetapi tidak cukup besar untuk dibedakan tanpa alat pembesar. Walaupun kenampakan filit hampir sama dengan batusabak, tetapi berbeda dengan batusabak dari kenampakannya yang lebih mengkilap. Filit biasanya menunjukan adanya cleavage dan disusun terutama oleh mineral-mineral halus seperti klorit dan mika.
Sekis merupakan batuan metamorf yang sangat mudah dikenal dan sangat umum seperti halnya genes. Sekis merupakan batuan metamorf yang mengandung lebih dari 50% mineral pipih umumnya biotit dan muskovit. Seperti batusabak, sekis berasal dari metamorfisme batuan yang berbutis halus seperti shale, tetapi metamorfismenya lebih tinggi. Bila batuan asalnya banyak mengandung silika, sekis akan mengandung lapisan tipis kuarsa atau feldspar.
      Penamaan sekis tergantung pada komposisi mineral yang dominan. Sekis yang disusun terutama oleh muskovit dan biotit dengan sedikit kuarsa dan feldspar disebut sekis mika. Tergantung pada derajat metamorfismenya, sekis mika kadang-kadang mengandung mineral yang unik sebagai mineral tambahan untuk batuan metamorf. Mineral tambahan tersebut diantaranya garnet, staurolit dan silamanit. Ada juga sekis yang mengandung grafit, yang banyak digunakan sebagai bahan pensil, fiber dan lubrikan. Sekis juga kadang disusun oleh mineral klorit dan talk yang disebut sekis klorit dan sekis talk. Kedua macam batuan metamorf ini terbentuk dari batuan yang berkomposisi basaltik yang mengalami metamorfisme.
Genes (geneiss) adalah batuan metamorf yang terutama disusun oleh mineral butiran. Mineral yang umum terdapat pada genes adalah kuarsa, potas feldspar, sodium feldspar. Sedang mineral tambahan yang sering dijumpai adalah muskovit, biotit dan horblende. Segregasi dari mineral terang dan gelap memberikan kenampakan tekstur foliasi yang khas pada genes. Kebanyakan genes terdiri dari selang seling antara mineral yang kaya feldspar yang berwarna putih atau kemerahan dengan lapisan mineral feromagnesian yang berwarna gelap.
      Genes biasanya mempunyai komposisi yang hampir sama dengan granit dan kemungkinan berasal dari granit atau batuan afanitik granitik. Tetapi genes kemungkinan juga berasal dari shale yang mengalami metamorfisme derajat tinggi. Dalam hal ini, genes merupakan batuan terakhir dari sekuen shale, batusabak, filit, sekis dan genes. Seperti halnya sekis, pada genes kadang dijumpai juga mineral garnet dan staurolit. Apabila foliasi batuan disusun terutama oleh mineral gelap, maka batuannya disebut amfibolit, yang berasal dari nama mineral amfibol.

Batuan Tidak Berfoliasi (Nonfoliated Rocks)

Marmer adalah batuan kristalin kasar yang berasal dari batugamping atau dolomit. Pada pengamatan megaskopis, marmer sangat mirip dengan batugamping kristalin. Marmer yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral kalsit. Karena warna dan sifatnya yang relatif lunak (kekerasan 3), maka marmer sangat terkenal sebagai batuan untuk bangunan. Marmer yang berwarna putih sering digunakan sebagai batuan untuk monumen atau batupahat.
      Kadang-kadang batugamping sebagai batuan asal marmer, banyak mengandung mineral-mineral pengotor yang akan mempengaruhi warna dari marmer. Jadi marmer dapat berwarna pink, abu-abu, hijau atau bahkan hitam. Juga mineral-mineral pengotor tersebut mengalami metamorfisme, akan membentuk mineral-mineral tambahan seperti klorit, mika, garnet dan wolastonit. Apabila marmer berasal dari batugamping yang berselingan dengan shale, akan memberi kenampakan banded. Seringkali marmer akan pecah melalui jalur tersebut yang memperlihatkan mineral mika yang berasal dari rekristalisasi mineral lempung. Pada deformasi yang kuat, lajur ini akan berlipat-lipat (contorted) dan akan memberikan desai yang artistik.
Kuarsit adalah batuan metamorf yang sangat keras dan terbentuk dari batupasir kuarsa. Pada metamorfisme menengah sampai tinggi, butiran kuarsa dalam batupasir akan mengalami rekristalisasi yang sempurna. Karena rekristalisasi yang sempurna ini maka apabila batuan ini pecah akan memotong mineral kuarsa. Struktur sedimen yang terdapat pada batupasir seperti cross bedding akan memberikan kenampakkan banded pada kuarsit.
      Meskipun kuarsit yang murni berwarna putih, kadang-kadang batuan ini mengandung oksida besi yang akan memberikan warna pink atau merah. Mineral gelap yang terdapat dalam kuarsit akan memberikan warna abu-abu.
      Seperti marmer, kuarsit juga hanya disusun oleh satu jenis mineral yang merupakan kristal yang equidimensional. Oleh sebab itu mineral penyusun kuarsit tidak membentuk penjajaran sehingga tidak membentuk foliasi.

Kejadian Batuan Metamorf

      Batuan metamorf umumnya dibentuk oleh satu dari tga kondisi lingkungan, sepanjang zona sesar, pada kontak tubuh batuan beku, atau pada waktu pembentukan pegunungan.

Metamorfisme Sepanjang Jalur Sesar

      Ketika terjadinya pensesaran dekat permukaan bumi, tekanan dan panas yang terbentuk disepanjang jalur sesar tersebut akan membentuk batuan lepas yang disusun oleh fragmen-fragmen batuan. Bila batuan ini disusun oleh fragmen-fragmen yang menyudut disebut breksi sesar (fault breccia). Batuan metamorf yang terbentuk di zona sesar dan pada tempat yang dalam, kadang-kadang menunjukan butiran yang memanjang yang hampir sama dengan batuan hasil proses metamorfisme lainnya. Oleh sebab itu sangat sulit ditentukan genesa batuan metamorf tersebut apabila hanya diamati pada contoh batuan yang kecil (hand specimen).
      Jumlah batuan metamorf yang terbentuk oleh proses ini relatif sangat kecil dibandingkan dengan yang dibentuk oleh proses lainnya. Tetapi pada tempat tertentu batuan ini cukup dominan.

Metamorfisme Kontak

      Metamorfisme kontak terjadi ketika magma bersentuhan dengan batuan samping yang relatif dingin. Kontak metamorfisme dapat jelas terlihat apabila terjadi pada lingkungan pada atau dekat dengan permukaan, dimana perbedaan temperatur antara magma dengan batuan samping sangat besar. Tetapi kontak metamoefisme juga terjadi pada tempat yang dalam, sehingga batuannya hampir sama dengan batuan hasil ubahan metamorfime regional.
      Pada metamorfsime kontak, akan terbentuk zona disekitar magma yang disebut aurole. Tubuh batuan beku intrusif yang kecil seperti sill dan dike membentuk aurole hanya beberapa sentimeter, sedangkan tubuh batuan beku yang besar seperti batolit dan lakolit membentuk aurole yang tebalnya sampai beberapa kilometer. Dekat dengan tubuh magma mineral temperatur tinggi seperti garnet akan terbentuk, semakin jauh dari tubuh magma akan terbentuk mineral dengan tingkat yang lebih rendah seperti klorit. Selain ukuran tubuh batuan beku, komposisi mineral batuan samping dan jumlah air sangat berpengaruh terhadap ketebalan aurole yang terbentuk. Pada batuan yang mudah bereaksi seperti batugamping, zona ubahannya bisa mencapai 10 kilometer atau lebih dari tubuh batuan beku.
      Kebanyakan metamorfisme kontak berbutir halus, dense, tough rock dari komposisi kimia yang bervariasi. Sebagai contoh, pada metamorfisme kontak, mineral lempung dibakar dan dapat berubah menjadi keras. Karena arah tekanan tidak merupakan faktor yang penting dalam pembentukan batuan ini, maka batuan yang terbentuk umumnya tidak berfoliasi. Batuan metamorf yang keras dan tidak berfoliasi dinamakan hornfels.
      Bila kontak metamorfisme disebabkan oleh tubuh batuan beku yang sangat besar, larutan hidrotermal yang berasal dari dalam magma, dapat bermigrasi sampai jarak jauh. Larutan hidrotermal yang meresap ke dalam batuan samping akan bereaksi dengan batuan tersebut akan membentuk batuan metamorf. Mineral bijih dari beberapa jenis metal terbentuk pada proses ini antara alin tembaga, besi, timbal, seng dan emas.

Metamorfisme Regional

      Batuan metamorf yang paling banyak jumlahnya adalah batuan metamorf yang dihasilkan dari proses metamorfisme regional. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, metamorfisme regional terjadi pada tempat yang dalam, meliputi daerah yang luas, dan berasosiasi dengan proses pembentukan pegunungan. Pada proses pembentukan pegunungan, batuan penyusun kerak bumi mengalami peremasan sehingga mengalami deformasi yang kuat. Karena proses tersebut batuan akan terlipat dan tersesarkan, dan kerak bumi menjadi semakin pendek dan tebal. Pada umumnya penebalan kerak bumi ini menghasilkan suatu pegunungan. Meskipun pada waktu terjadinya pembentukan pegunungan material kerak bumi menjadi semakin tinggi, ada masa batuan yang jumlahnya relatif sama dengan batuan yang terlipatkan, tertekan kebawah, ke tempat yang mempunyai tekanan dan temperatur lebih tinggi. Pada tempat inilah terjadi proses metamorfisme yang kuat. Beberapa batuan yang mengalami deformasi mengalami kenaikan temperatur yang tinggi sehingga akan mencair dan membentuk magma. Magma, yang mempunyai densitas relatif lebih rendah dari batuan disekitarnya, akan bergerak naik ke atas. Magma yang mencapai dekat permukaan akan menyebabkan terjadinya metamorfisme kontak di dalam zona metamorfisme regional. Jadi inti dari suatu sistem pegunungan terdiri dari tubuh batuan beku intrusif yang dikelilingi oleh batuan metamorf derajat tinggi. Apabila batuan yang menyusun pegunungan ini tererosi, maka inti dari sistem pegunungan yang terdiri dari batuan beku dan batuan metamorf akan tersingkap.
      Karena batuan metamorf yang terbentuk oleh metamorfisme regional dipengaruhi juga oleh tekanan yang berarah, maka batuannya berfoliasi. Metamorfisme regional umumnya memperlihatkan perubahan derajat metamorfisme dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, sehingga perubahan tekstur dan komposisi mineral dapat diamati.
      Contoh sederhana dari progresif metamorfisme adalah batuan sedimen, shale, yang berubah menjadi batusabak pada waktu mengalami metamorfisme tingkat rendah. Pada kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi, batusabak akan berubah menjadi sekis mika. Pada kondisi yang paling ekstrim, mineral mika dalam sekis akan mengalami rekristalisasi menjadi mineral seperti feldspar dan honrblende dan membentuk genes.
      Perubahan tekstur akan sesuai juga dengan perubahan komposisi mineral dari metamorfisme tingkat rendah ke tingkat yang tinggi. Mineral baru yang terbentuk pertama kali pada batusabak adalah klorit. Kemudian bila derajat metamorfismenya lebih tinggi akan terbentuk muskovit dan biotit. Sekis mika terbentuk pada kondisi yang lebih ekstrim dan kemungkinan akan mengandunh mineral garnet and staurolit. Pada temperatur dan tekanan yang mendekati titik lebur batuan, akan terbentuk mineral silimanit. Mineral silimanit merupakan mineral batuan metamorf temperatur tinggi yang digunakan sebagai bahan porselin untuk refraktori.
      Pada kondisi tekanan tendah dengan temperatur sekitar 800oC, sekis dan genes dengan komposisi kimia relatif sama dengan granit, akan mulai mencair. Mineral silikat yang berwarna terang seperti kuarsa dan potas feldspar, meruakan mineral yang pertama mencair, sedangkan mineral silikat gelap seperti amfibol dan biotit masih tetap padat. Bila batuan yang telah mencair sebagian itu mengalami pendinginan, maka terbentuk batuan beku yang berwarna terang bersama-sama dengan material metamorf yang berwarna gelap. Batuan semacam ini merupakan peralihan antara batuan beku dan batuan metamorf dan disebut migmatite.

Dikutip dari :
ESSENTIALS OF GEOLOGY oleh Frederick K. Lutgens & Edward J. Tarbuck

Diterjemahkan oleh Budi Rochmanto 
Sap Kuliah PETROLOGI===è PERTAMBANGAN UMI    T.A. 2004/2005
 
Atas