BATUAN
BEKU
Batuan beku merupakan batuan yang berasal
dari hasil proses pembekuan magma. Igneous berasal dari kata ignis yang berarti
api atau pijar, karena magma merupakan material silikat yang panas dan pijar
yang terdapat di dalam bumi.
Magma merupakan material silikat yang
sangat panas yang terdapat di dalam bumi dengan temperatur berkisar antara 600oC
sampai 1500oC. Magma disusun oleh bahan yang berupa gas (volatil)
seperti H2O dan CO2, dan bukan gas yang umumnya terdiri
dari Si, O, Fe, Al, Ca, K, Mg, Na dan minor element seperti V, Sr, Rb, dll.
Magma terdapat dalam rongga di dalam bumi yang disebut dapur magam (magma
chamber). Karena magma relatif lebih ringan dari batuan yang ada disekitarnya,
maka magma akan bergerak naik ke atas. Gerakan dari magma ke atas ini
kadang-kadang disertai oleh tekanan yang besar dari magma itu sendiri atau dari
tekanan disekitar dapur magma, yang menyebabkan terjadi erupsi gunung api.
Erupsi gunung api ini kadang-kadang hanya menghasilkan lelehan lava atau
disertai dengan letusan yang hebat (eksplosif).
Lava merupakan magma yang telah mencapai
permukaan bumi, dan mempunyai komposisi yang sama dengan magma, hanya kandungan
gasnya relatif lebih kecil. Lava yang membeku akan menghasilkan batuan beku
luar (ekstrusif) atau batuan volkanik. Magma yang tidak berhasil mencapai
permukaan bumi dan membeku di dalam bumi akan membentuk batuan beku dalam
(instrusif) atau batuan beku plutonik.
Proses
Kristalisasi Magma
Karena magma merupakan cairan yang panas,
maka ion-ion yang menyusun magma akan bergerak bebas tak beraturan. Sebaliknya
pada saat magma mengalami pendinginan, pergerakan ion-ion yang tidak beraturan
ini akan menurun, dan ion-ion akan mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang
teratur. Proses ini disebut kristalisasi.
Pada proses ini yang merupakan kebalikan dari proses pencairan, ion-ion akan
saling mengikat satu dengan yang lainnya dan melepaskan kebebasan untuk
bergerak. Ion-ion tersebut akan membentuk ikatan kimia dan membentuk kristal
yang teratur. Pada umumnya material yang menyusun magma tidak membeku pada
waktu yang bersamaan.
Kecepatan pendinginan magma akan sangat
berpengaruh terhadap proses kristalisasi, terutama pada ukuran kristal. Apabila
pendinginan magma berlangsung dengan lambat, ion-ion mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan dirinya, sehingga akan menghasilkan bentuk kristal yang besar.
Sebaliknya pada pendinginan yang cepat, ion-ion tersebut tidak mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan dirinya, sehingga akan membentuk kristal yang
kecil. Apabila pendinginan berlangsung sangat cepat maka tidak ada kesempatan
bagi ion untuk membentuk kristal, sehingga hasil pembekuannya akan menghasilkan
atom yang tidak beraturan (hablur), yang dinamakan dengan mineral gelas
(glass).
Pada saat magma mengalami pendinginan,
atom-atom oksigen dan silikon akan saling mengikat pertama kali untuk membentuk
tetrahedra oksigen-silikon. Kemudian tetrahedra- tetrahedra oksigen-silikon
tersebut akan saling bergabung dan dengan ion-ion lainnya akan membentuk inti
kristal dari bermacam mineral silikat. Tiap inti kristal akan tumbuh dan
membentuk jaringan kristalin yang tidak berubah. Mineral yang menyusun magma
tidak terbntuk pada waktu yang bersamaan atau pada kondisi yang sama. Mineral
tertentu akan mengkristal pada temperatur yang lebih tinggi dari mineral
lainnya, sehingga kadang-kadang magma mengandung kristal-kristal padat yang
dikelilingi oleh material yang masih cair.
Komposisi dari magma dan jumlah kandungan
bahan volatil juga mempengaruhi proses kristalisasi. Karena magma dibedakan
dari faktor-faktor tersebut, maka kenampakan fisik dan komposisi mineral batuan
beku sangat bervariasi. Dari hal tersebut, maka penggolongan (klasifikasi)
batuan beku dapat didasarkan pada faktor-faktor tersebut di atas. Kondisi
lingkungan pada saat kristalisasi dapat diperkirakan dari sifat dan susunan
dari butiran mineral yang biasa disebut sebagai tekstur. Jadi klasifikasi
batuan beku sering didasarkan pada tekstur dan komposisi mineralnya.
Tekstur
Batuan Beku
Tekstur pada batuan beku digunakan untuk
menggambarkan kenampakan batuan yang didasarkan pada ukuran (sifat) dan susunan
kristal-kristal penyusun batuan beku. Tektur merupakan ciri yang sangat
penting, karena tekstur dapat menggambarkan kondisi proses pembentukan batuan
beku. Kenampakan ini memungkinkan ahli geologi untuk mengetahui kejadian batuan
beku di lapangan.
Tekstur terpenting yang mempengaruhi
tekstur batuan beku adalah tingkat kecepatan pembekuan magma. Pembekuan magma
yang lambat akan menghasilkan butir-butir kristal yang besar. Proses ini
terjadi pada magma yang terdapat jauh di bawah permukaan bumi atau material
yang disemburkan oleh gunung api pada saat erupsinya, akan mengalami pembekuaan
yang sangat cepat.
Batuan beku yang terbentuk pada atau dekat
dengan permukaan bumi akan menunjukkan tekstur yang berbutir halus yang disebut
afanitik. Butiran mineral pada
batuan beku afanitik sangat kecil, sehingga sangat sulit dibedakan jenis
mineralnya dengan mata biasa. Meskipun jenis mineralnya sulit ditentukan karena
ukurannya yang sangat halus, tetapi batuan ini dapat dicirikan oleh warnanya
yang sangat terang, menengah atau gelap. Batuan beku afanitik yang berwarna
terang terutama disusun oleh mineral non ferromagnesian silicate. Sedang batuan
beku afanitik yang berwarna gelap disusun oleh mineral-mineral feromagnesian
silikat.
Kenampakan yang umum pada batuan beku
afanitik adalah adanya lubang-lubang bekas keluatnya gas yang bentuknya
membundar atau memanjang yang disebut vesikuler,
dan umumnya terdapat pada bagian luar dari aliran lava.
Batuan beku yang terbentuk jauh di bawah
permukaan akan menghasilkan tekstur butiran yang kasar, yang disebut faneritik. Tekstur ini menunjukkan
butiran yang kasar dan relatif sama besar, serta mineral-mineralnya dapat
dibedakan dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar. Batuan beku faneritik
ini karena terbentuk jauh di bawah permukaan, maka batuan ini akan muncul ke
permukaan setelah batuan yang menutupinya mengalami proses erosi.
Massa
magma yang besar yang terletak jauh di kedalaman bumi, membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk proses pembekuannya, puluhan ribu tahun atau bahkan jutaaan
tahun. Karena semua mineral dalam magma tidak mengkristal pada waktu yang
bersamaan, maka akan memungkinkan untuk beberapa mineral membentuk kristal-kristal
yang cukup besar. Jika magma yang mengandung beberapa kristal besar mengalami
perubahan kondisi lingkungannya, maka sisa dari magma akan mengalami pembekuan
yang sangat cepat sehingga menghasilkan butiran kristal yang halus. Batuan yang
dihasilkan akan menunjukkan kristal-kristal kasar dikelilingi atau tertanam
pada matrik dari kristal-kristal yang berbutir halus. Kristal-kristal yang
besar disebut fenokris, sedang
matrik kristal-kristal yang kecil disebut masa dasar. Batuan beku yang
mempunyai tekstur semacam ini disebut batuan beku porfir (porphyry).
Pada beberapa aktivitas gunung api, magma
yang setengah padat akan dilemparkan ke atmosfera dan akan mengalami pembekuan
yang sangat cepat. Pembekuan yang sangat cepat ini akan menghasilkan tekstur
gelas (glass). Batuan yang mempunyai tekstur semacam ini adalah obsidian.
Meskipun kecepatan pembekuan magma
merupakan faktor yang utama pembentuk tekstur batuan beku, faktor lain yang
juga penting pengaruhnya terhadap pembekuan tekstur adalah komposisi magma.
Magma basaltik yang bersifat encer, umumnya akan membentuk batuan kristalin
apabila mengalami pembekuan yang cepat pada aliran tipis lava. Pada kondisi
yang sama, magma granitik, yang umumnya lebih kental, akan lebih memungkinkan
untuk membentuk batuan dengan tekstur gelas. Akibatnya batuan lelehan lava yang
banyak disusun oleh gelas volkanik mempunyai komposisi granitik. Sebaliknya
lelehan lava basaltik yang mengalir di laut, bagian permukaannya akan mengalami
pembekuan yang sangat cepat sehingga menghasilkan lapisan tipis mineral gelas.
Beberapa batuan beku dibentuk dari
konsolidasi fragmen batuan yang berasal dari erupsi gunung api. Material yang
dikeluarkan biasanya berupa debu volkanik yang sangat halus, lapili atau
bongkah besar yang berbentuk menyudut yang memungkinkan berasal dari batuan
dinding sekitar kawah yang dilemparkan pada saat erupsinya. Batuan beku yang
disusun oleh fragmen batuan semacam ini disebut bertekstur piroklastik.
Kenampakan yang umum dari batuan
piroklastik adalah disusun oleh glass shard. Batuan piroklastik lainnya disusun
oleh fragmen-fragmen batuan yang tersemen bersama-sama beberapa waktu kemudian.
Karena batuan piroklastik ini dibentuk dari individual fragmen, maka teksturnya
kadang-kadang sama dengan tekstur batuan sedimen daripada batuan beku.
Komposisi
Mineral
Mineral-mineral yang membentuk batuan beku
dideterminasi oleh komposisi kimia magma darimana mineral-mineral tersebut
mengkristal. Seperti halnya batuan beku yang telah diketahui mempunyai variasi
yang sangat besar, maka dapat pula diasumsikan bahwa macam magmapun mempunyai
variasi yang besar pula. Pada ahli geologi telah mendapatkan bahwa satu gunung
api mempunyai tingkat erupsi yang bervariasi kadang-kadang mengeluarkan lava
yang mempunyai mineral yang berbeda, terutama pada gunung api yang mempunyai
periode letusannya cukup lama. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa magam
yang sama kemungkinan dapat menghasilkan kandungan mineral yang bervariasi.
N.L.Bowen
merupakan seorang ahli yang pertama kali melakukan penyelidikan terhadap
proses kristalisasi magma pada awal abad ke 20 ini. Hasil penyelidikan Bowen di
laboratorium menunjukkan bahwa mineral tertentu akan mengkristal pertama kali.
Dengan penurunan temperatur, mineral lain akan mulai mengkristal. Sejalan dengan
proses pengkristalan dari magma, komposisi dari magma yang tersisa selalu
mengalami perubahan juga. Sebagai contoh, pada saat magma telah mengalami
pembekuan kira-kira 50 %, magma yang tersisa akan mengalami penurunan kandungan
unsur-unsur besi, magnesium dan kalsium, karena unsur-unsur ini dijumpai pada
mineral-mineral yang terbentuk pertama kali. Tetapi pasa saat yang bersamaan,
komposisi magma lebih diperkaya oleh kandungan unsur-unsur yang banyak
terkandung dalam mineral-mineral yang terbentuk kemudian, seperti unsur-unsru
sodium dan potasium. Demikian juga kandungan silikon dalam larutan magma
semakin bertambah pada proses kristalisasi berikutnya.
Bowen juga menunjukkan bahwa
mineral-mineral yang telah mengkristal dan masih terdapat dalam lingkungan
magma yang masih cair, akan bereaksi dengan sisa cairan magma dan menghasilkan
mineral berikutnya. Oleh sebab itu susunan atau urutan proses kristalisasi
mineral dikenal dengan nama Bowen’s
reaction series. Pada bagian kiri dari susunan ini olivin yang merupakan
mineral pertama yang terbentuk, akan bereaksi dengan cairan magma dan membentuk
piroksin. Reaksi ini akan terus berlangsung sampai mineral yang terakhir dalam
seri ini yaitu biotit, terbentuk. Susunan sebelah kiri ini disebut sebagai discontinuous reaction series, karena
tiap mineral yang terbentuk mempunyai struktur kristal yang berbeda. Olivin
disusun oleh tetrahera tungal, dan mineral lain pada seri ini disusun oleh
rangkaian rantai tunggal, rantai ganda dan struktur lembaran. Pada umumnya reaksi
yang terjadi tidak sempurna, sehingga mineral-mineral yang bervariasi ini akan
hadir pada saat yang bersamaan.
Pada susunan bagian kanan reaksi
berlangsung terus menerus. Mineral yang pertama kali terbentuk adalah mineral
feldspar yang kaya akan kalsium (Ca-feldspar) bereaksi dengan ion-ion sodium
(Na) yang semakin meningkat persentasenya di dalam magma. Kadangkala kecepatan
pendinginan berlangsung sangat cepat sehingga menghambat perubahan yang
sempurna dari kalsium feldspar menjadi sodium feldspar. Bila hal ini terjadi
zoning pada mineral feldspar, dimana kalsium feldspar di bagian intinya
dikelilingi oleh sodium feldspar.
Pada proses kristalisasi, setelah magma
mengalami pembekuan, sisa magma akan membentuk mineral kuarsa, muskovit dan
potas feldspar (ortoklas). Meskipun mineral-mineral yang terakhir disebutkan
terdapat dalam urutan Bowen’s reaction series, tetapi bagian ini tidak
benar-benar merupakan reaction series.
Walaupun Bowen menunjukkan proses
kristalisasi mineral dari magma dengan sistematik, tetapi bagaimana Bowen’s
reaction series dapat menceritakan keanekaragaman dari batuan beku ? Pada suatu
tingkat proses kristalisasi magma, bagian yang telah mengkristal lebih dulu
(padat) akan selalu memisahkan diri dari bagian yang cair. Hal semacam ini
dapat terjadi, karena mineral-mineral yang mengkristal lebih dahulu akan lebih
berat daripada bagian magma yang masih cair, sehingga mineral-mineral tersebut
akan turun ke bawah dan terkonsentrasi pada dapur magma. Proses pengendapan ini
terjadi secara bertahap mulai dari mineral-mineral gelap seperti olivin.
Gambar. Seri Reaksi Bowen
Bilamana sisa dari magma
kemudian mengkristal, baik di tempat tersebut ataupun di tempatnya yang baru
karena mengalami migrasi dari dapur magma, maka akan terbentuk batuan beku
dengan komposisi yang berbeda dengan komposisi magma asal.
Proses segregasi mineral oleh pemisahan
dan diferensiasi kristalisasi disebut fractional
crystallization (kristalisasi fraksional). Pada tiap tingkatan dari proses
kristalisasi, cairan magma terpisah dari bagian magma yang telah padat.
Akibatnya kristalisasi fraksional akan menghasilkan batuan beku dengan rentang
komposisi yang cukup lebar.
Bowen berhasil menunjukkan bahwa melalui
proses kristalisasi fraktional, satu jenis magma dapat menghasilkan beberapa
macam batuan beku. Tetapi penelitian yang baru lebih menunjukkan bahwa proses
kristalisasi fraksional saja tidak cukup untuk menjelaskan keanekaragaman
batuan beku yang telah banyak diketahi. Meskipun lebih dari satu macam batuan
beku dapat terbentuk dari satu jenis magma, tetapi masih ada mekanisme lain
yang dapat menghasilkan magma dengan komposisi yang sangat beragam.
Penamaan
Batuan Beku
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
batuan beku diklasifikasikan atau dikelompokkan berdasarkan tekstur dan
komposisi mineralnya. Tekstur batuan beku dihasilkan oleh perbedaan proses
pembekuannya, sedangkan komposisi mineral batuan beku sangat tergantung pada
komposisi kimia magma dan kondisi lingkungan proses kristalisasinya. Dari hasil
penyelidikan Bowen, mineral yang mengkristal pada kondisi yang sama akan
menyusun batuan beku yang sama pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa klasifikasi
batuan beku sangat tergantung pada Bowen’s reaction series.
Mineral-mineral yang pertama mengkristal,
Ca feldspar, piroksin dan olivin, merupakan mineral yang kandungan Fe, Mg dan
Ca-nya tinggi dan kandungan Si rendah. Basalt merupakan batuan beku ekstrusif
dengan komposisi mineral-mineral tersebut, tetapi istilah basaltik (basalan)
digunakan untuk batuan beku dengan tipe seperti basalt. Mengacu pada kandungan
besinya, batuan beku basaltik dicirikan oleh warnanya yang gelap dan sedikit
lebih berat dibandingkan dengan batuan beku lainnya yang dijumpai di permukaan.
Diantara mineral-mineral yang terakhir
mengkristal adalah mineral potas feldspar dan kuarsa. Batuan beku yang
mempunyai komposisi mineral didominasi oleh mineral-mineral tersebut disebut
dengan tipe granitik. Batuan beku menengah (intermediate) disusun oleh
mineral-mineral yang terdapat di bagian tengah dari Bowen’s reaction series. Amfibol
bersama dengan plagioklas menengah merupakan mineral-mineral utama yang
menyusun batuan beku tipe ini. Batuan beku yang mempunyai komposisi diantara
granit dan basalt disebut sebagai tipe andestik.
Tabel.
Batuan beku yang umum dijumpai
|
Granitik
|
Andesitik
|
Basaltik
|
Intrusif
Ekstrusif
|
Granit
Riolit
|
Diorit
Andesit
|
Gabro
Basalt
|
Komposisi
Mineral
Utama
|
Kuarsa
K-Feldspar
Na-Feldspar
|
Amfibol
Plagioklas
menengah
Biotit
|
Ca-Feldspar
Piroksin
|
Komposisi
Mineral
Tambahan
|
Muskovit
Biotit
Amfifol
|
Piroksin
|
Olivin
Amfibol
|
Meskipun tiap kelompok batuan beku disusun
oleh mineral utama yang terletak pada daerah tertentu dari Bowen’s reaction
series, tetapi terdapat juga mineral tambahan yang jumlahnya tidak begitu
banyak. Sebagai contoh, batuan beku granitik terutama disusun oleh mineral
kuarsa dan potas feldspar (K-feldspar), tetapi kadang-kada juga dijumpai
mineral-mineral muskovit, biotit, amfibol dan sodium feldspar (Na-feldspar)
dalam jumlah yang sedikit sebagai mineral tambahan.
Selain tiga kelompok batuan beku seperti
yang telah diuraikan di atas, terdapat juga batuan beku yang mempunyai
komposisi diantara ketiga kelompok batuan beku tersebut. Sebagai contoh, batuan
beku instrusif yang disebut granodiorit, disusun oleh mineral-mineral yang
menyusun batuan beku granitik dan batuan beku andesitik. Batuan beku lain yang
cukup penting adalah peridotit, yang komposisi mineralnya terutama terdiri dari
olivin. Batuan ini termasuk batuan beku ultra basa dan merupakan penyusun utama
dari mantel bumi bagian atas.
Faktor yang penting pada komposisi mineral
batuan beku adalah kandungan silika (SIO2). Persentase silika dalam
batuan beku sangat bervariasi, dan sebanding dengan kelimpahan mineral lainnya.
Contohnya, batuan yang mengandung silika rendah, kandungan kalsium, besi dan
magnesiumnya tinggi. Kandungan silika dalam batuan beku tergantung pada tipe
dari batuan bekunya. Batuan beku granitik (asam) mempunyai kandungan silika
lebih besar dari 66%, batuan beku andesitik (menengah) berkisar antara 55%-66%,
batuan beku basaltik (basa) berkisar antara 45%-55%, dan batuan beku ultra basa
kurang dari 45%. Kandungan silika dalam magma juga akan mempengaruhi sifat dari
magma tersebut. Magma granitik yang kandungan silikanya tinggi bersifat kental
(vicous) dan mempunyai titik beku (lebur) sekitar 800oC. Sedangkan
magma basaltik bersifat encer dan titik bekunya (lebur) sekitar 1200oC
atau lebih tinggi.
Batuan beku yang mempunyai komposisi
mineral yang sama tidak selalu mempunyai nama yang sama. Jadi kenampakan sifat
fisik (tekstur) merupakan dasar utama dalam pemberian nama daripada komposisi
mineral. Granit merupakan batuan beku instrusif yang bertekstur kasar, sedang
batuan beku dengan komposisi mineral yang sama dengan granit tetapi bertekstur
halus mempunyai nama riolit.
BATUAN
SEDIMEN DAN FOSIL
Produk dari proses pelapukan mekanik dan
kimia merupakan sumber material untuk pembentukan batuan sedimen. Kata
sedimentary menunjukkan sifat alam dari batuan sedimen yang berasal dari bahasa
Latin sedimentum yang berarti endapan, yang digunakan untuk materi padat yang
diendapkan dari fluida. Material hasil proses pelapukan secara tetap akan
terkikis dari batuan induknya, kemudian mengalami pengangkutan dan diendapkan
di danau, lembah sungai, laut atau cekungan lainnya. Partikel-partikel pada
bukit pasir di gurun, lumpur di dasar rawa-rawa, kerakal di sungai, merupakan
produk dari proses yang diada hentinya. Karena proses pelapukan batuan,
transportasi dan pengendapan material hasil proses pelapukan terus
beralangsung, maka material sedimen dapat dijumpai dimana-mana. Setelah
diendapkan material yang dekat dengan dasar akan mengalami kompaksi. Lama
kelamaan endapan ini akan tersemenkan oleh mineral yang mengkristal di
pori-pori antar butiran sehingga membentuk batuan sedimen.
Para ahli
geologi mengestimasikan bahwa jumlah batuan sedimen hanya sekitar 5% volume
dari batuan penyusun kerak bumi atau sekitar 16 km lapisan terluar dari kerak
bumi. Tetapi kepentingan dari batuan sedimen ini jauh lebih besar dari
jumlahnya yang hanya 5%. Apabila mengambil contoh batuan di permukaan bumi,
maka mayoritas terbesar adalah batuan sedimen, karena 75% permukaan bumi ini
ditutupi oleh batuan sedimen. Jadi batuan sedimen merupakan lapisan yang
relatif tipis yang menyusun kerak bumi bagian terluar, karena batuan sedimen
terbentuk di permukaan bumi.
Karena batuan sedimen terakumulasi di
permukaan bumi, maka batuan sedimen umumnya menunjukan proses-proses yang
terjadi dimasa lalu pada permukaan bumi. Jadi batuan sedimen dapat menunjukan
kondisi lingkungan dimasa lalu dimana partikel-partikel sedimen tersebut
diendapkan, juga mekanisme transportasinya. Selanjutnya batuan sedimen juga
dapat mengandung fosil yang merupakan kunci dalam mempelajari keadaan geologi
dimasa lalu, sehingga para ahli geologi dapat menceritakan sejarah bumi ini
dengan detail.
Batuan sedimen juga banyak yang mempunyai
arti ekonomis. Batubara sebagai contoh dikelompokkan dalam batuan sedimen. Juga
sumber energi yang penting, minyak bumi dan gas alam dijumpai berasosiasi
dengan batuan sedimen. Demikian juga beberapa mineral ekonomis seperti besi,
aluminium, mangan dapat dijumpau berasosiasi dengan batuan sedimen.
Tipe-tipe
Batuan Sedimen
Material yang terakumulasi sebagai sedimen
mempunyai dua sumber utama. Pertama, material sedimen yang terakumulasi berasal
dari hasil proses pelapukan mekanik maupun kimia yang tertransportasi dalam
keadaan padat. Endapan dari tipe ini disebut detrital dan batuan sedimen yang
terbentuk disebut batuan sedimen detrital (detrital sedimentary rocks). Sumber
utama yang kedua adalah material yang terlarut hasil dari proses pelapukan
kimia, apabila larutan tersebut mengalami presipitasi baik oleh proses
anorganik maupun organik, materialnya disebut sedimen kimia dan batuan yang
dibentuk disebut batuan sedimen kimia (chemical sedimentary rocks).
Batuan
Sedimen Detrital
Batuan detrital disebut juga batuan
sedimen fragmental atau batuan sedimen klastik. Walaupun batuan ini mempunyai
variasi mineral atau fragmen yang sangat besar, komposisi utama dari batuan ini
adalah kuarsa dan mineral lempung. Seperti telah diuraikan sebelumnya, mineral
lempung merupakan produk utama dari pelapukan kimia dari mineral silikat.
Lempung adalah mineral yang berbutir halus dengan struktur kristal lembaran
seperti mika. Mineral lain pada batuan sedimen adalah kuarsa, karena mineral
ini resisten terhadap proses pelapukan kimia. Jadi pada waktu batuan beku yang
banyak mengandung kuarsa serti granit mengalami pelapukan kimia, maka butiran
mineral kuarsa akan terlepas bebas.
Mineral lain yang umum pada batuan sedimen
adalah feldspar dan mika, kedua mineral tersebut tidak resisten terhadap
pelapukan kimia. Apabila dijumpai mineral-mineral tersebut pada batuan sedimen
dapat menunjukkan bahwa batuan tersebut merupakan hasil dari proses pelapukan
mekanik daripada pelapukan kimia.
Ukuran butir merupakan dasar utama untuk
membedakan batuan sedimen detrital. Tabel di bawah menggambarkan klasifikasi
ukuran butir batuan sedimen detrital. Istilah lempung dalam klasifikasi
tersebut adalah untuk ukuran butir, bukan untuk nama mineral. Walaupun
kebanyakan mineral lempung berukuran lempung, tetapi tidak semua berukuran
lempung adalah mineral lempung.
Tabel.
Klasifikasi ukuran butir batuan sedimen detrital
Ukuran Butir (mm)
|
Nama butir
|
Nama Umum Sedimen
|
Nama Batuan Sedimen
|
>
250
64 –
256
4
– 64
2
– 4
|
Bolder
Kobel
Pebel
Kerikil
|
Kerakal
|
Konglomerat atau Breksi
|
1/16 –
2
|
Pasir
|
Pasir
|
Batupasir
|
1/256
– 1/16
<
1/256
|
Lanau
Lempung
|
Mud
|
Batulanau
Batulempung
|
Ukuran butir batuan sedimen dapat juga
dihubungkan dengan energi dari media transportasinya. Kecepatan aliran air atau
angin akan menyeleksi ukuran butir partikel yang diangkut. Apabila energinya
berkurang, maka material yang diangkut semakin kecil. Seperti misalnya pada
aliran sungai, di hulu sungai yang energinya besar diendapkan material yang
berukuran kasar, sedang semakin ke arah hilir, material yang diendapkan
berukuran pasir. Material yang berukuran lempung dan lanau akan diendapkan
dengan energi yang sangat rendah, sehingga akumulasi material ini biasanya
terdapat di danau, rawa atau di laut yang tenang.
Shale.
Batuan sedimen yang disusun oleh material yang berukuran lanau dan lempung
disebut shale. Batuan sedimen yang berbutir halus ini menyusun 70% batuan
sedimen kerak bumi. Karena kecilnya, material batuan ini tidak dapat
diidentifikasi tanpa bantuan alat pembesar. Shale umumnya tidak mengalami
sementasi dengan baik dan mudah pecah, tetapi mempunyai porositas yang kecil.
Walaupun merupakan batuan sedimen yang dominan, tetapi merupakan batuan sedimen
yang paling sedikit diketahui dengan baik. Shale jarang memberikan singkapan
yang baik seperti batupasir atau batuan sedimen lainnya karena shale mudah
mengalami pelapukan dan membentuk lapisan penutup batuan yang masih segar.
Istilah shale biasanya digunakan untuk
semua batuan sedimen yang berbutir halus, tetapi banyak ahli geologi
menggunakan lebih terbatas. Istilah ini sering digunakan untuk batuan sedimen
berbutir halus yang menunjukan sifat mudah terpisah menjadi lapisan-lapisan
tipis. Bila batuannya kompak dan membentuk blok batuannya disebut mudstone.
Batupasir.
Merupakan batuan sedimen yang berukuran pasir dan yang paling banyak dijumpai
setelah shale. Batuan ini menyusun 20% dari batuan sedimen pada kerak bumi.
Kuarsa merupakan mineral yang umum dalam batupasir. Bila mineral ini dominan,
maka disebut batupasir kuarsa. Sedang bila mineral feldspar yang dominan,
disebut arkose. Dominasi mineral feldspar dalam batupasir menunjukan bahwa
batuan ini kurang mengalami pelapukan kimia. Batuan sedimen yang disusun oleh
mineral kuarsa dan feldspar disebut graywacke. Warna gelap pada batuan ini
disebabkan oleh kandungan yang banyak dari fragmen yang menyudut dan lempung.
Karena batuan ini memiliki pemilahan yang buruk, maka sering disebut dirty
sandstone.
Konglomerat.
Batuan ini disusun oleh partikel-partikel yang berukuran kasar (gravel).
Partikel yang besar umumnya merupakan fragmen batuan. Diantara fragmen yang
kasar terdapat material yang berukuran lebih halus yang disebut masa dasar (matriks),
yang terdiri dari mud dan pasir. Batuan ini sering mengalami sementasi yang
baik, sehingga membentuk batuan yang sangat kompak. Jika material yang kasar
berbentuk menyudut (angular), maka batuannya disebut breksi.
Batuan
Sedimen Kimia
Berbeda dengan batuan sedimen detrital
yang disusun oleh material hasil pelapukan yang padat, maka sedimen kimia
dibentuk dari material yang diangkut dengan pelarutan. Larutan yang mengandung
material hasil proses pelapukan kimia ini bila mengalami presipitasi akan
membentuk batuan sedimen kimia. Proses presipitasi ini bisa berlangsung oleh
proses anorganik ataupun oleh organik yang hidup di air. Bila proses
presipitasi dilakukan oleh organisme, maka batuannya disebut batuan sedimen
biokimia.
Contoh dari batuan sedimen kimia oleh
proses anorganik adalah terbentuknya batugaram oleh evaporasi air asin.
Sebaliknya tumbuhan dan binatang menyerap material yang terlarut dalam air
untuk membentuk rangka atau rumahnya. Setelah
organisme ini mati, rangka atau cangkangnya akan terakumulasi di dasar
laut atau danau tempat hidup organisme tersebut.
Batugamping (Limestone). Menyusun 10% dari total
volume batuan sedimen, batugamping merupakan batuan sedimen kimia yang
terbanyak. Batuan ini disusun terutama oleh mineral kalsit (CaCO3),
dan dapat dibentuk baik oleh proses anorganik maupun biokimia. Batugamping yang
dibentuk oleh proses biokimia lebih umum dijumpai. Sekitar 90% batugamping di
dunia merupakan hasil akumulasi sedimen biokimia.
Meskipun kebanyakan batugamping dibentuk
oleh proses biokimia, proses ini tidak seluruhnya terjadi, karena rangka atau
cangkang binatang dapat mengalami perubahan sebelum mengalami pembatuan. Contoh
yang sangat mudah dikenal dari batugamping biokimia adalah coquina, batuan yang
berbutir kasar yang tersusun oleh fragmen cangkang atau rangka binatang dan
tidak tersemen dengan baik. Contoh lain adalah chalk, merupakan batuan hampir
seluruhnya disusun oleh cangkang foraminifera, merupakan binatang bersel
tunggal yang sangat halus.
Batugamping organik terbentuk oleh proses
evaporasi dengan naiknya temperatur meningkat konsentrasi kalsium karbonat
sehingga terjadi presipitasi. Travertin merupakan batugamping yang sering
dijumpai di dalam goa, seperti juga batugamping oolitik. Travertin dibentuk pada
waktu airtanah yang mengandung kalsium karbonat mengalami evaporasi.
Batugamping oolitik adalah batuan yang disusun oleh butiran kecli yang
berbentuk bundar yang disebut oolit. Oolit terbentuk pada lingkungan laut
dangkal oleh butiran yang sangat halus dan terbawa oleh arus dan dilapisi oleh
kalsium karbonat selapis demi selapis ketika bergulir pada dasar laut.
Dolomit.
Merupakan batuan yang sangat mirip dengan batugamping dan disusun oleh mineral
“calcium-magnesium carbonate” yang disebut juga mineral dolomit. Untuk
membedakan nama mineral dan batuan, beberapa ahli geologi menyebut dolostone
untuk nama batuan yang disusun oleh mineral dolomit. Mekipun dolomit dapat
terbentuk dari presipitasi langsung dari laur, tetapi dolomit dapat juga
terbentuk dari subsitusi magnesium yang terdapat dalam air laut terhadap
kalsium yang terdapat dalam batugamping. Hal ini terbukti dari lebih banyak
dolomit dijumpai pada batuan yang berumur tua daripada yang berumur muda,
karena dibutuhkan waktu oleh magnesium untuk mensubstitusi kalsium.
Rijang (chert). Nama ini digunakan untuk batuan
yang keras dan kompak yang disusun oleh mikrokristalin silika (SiO2).
Contoh yang sangat dikenal adalah flint yang disusun oleh material organik yang
berwarna gelap. Jasper untuk variasi yang berwarna merah, karena kandungan
oksida besi.
Endapan rijang umumnya dijumpai pada satu
dari dua kondisi sebagai nodul yang berbentuk tak beraturan pada batugamping
dan lapisan dalam batuan. Kebanyakan nodul silika yang berkomposisi silika
merupakan endapan langsung dari air. Jadi nodul merupakan hasil dari proses
anorganik. Sebaliknya lapisan rijang merupakan hasil presipitasi langsung dari
air laut, karena kandungan silika dalam air laut tidak besar. Jadi lapisan
rijang diperkirakan berasal dari hasil proses biokimia. Beberapa organisme laut
seperti diatomae dan radiolaria menggunakan silika untuk membentuk rangka dan
rumahnya. Mikroorganisme ini dapat mengikat silika dalam larutan yang jenuh
silika, kejadian inilah yang diperkirakan membentuk lapisan rijang.
Batugaram dan batugipsum. Seringkali proses evaporasi
merupakan mekanisme terbentuknya batuan sedimen kimia. Mineral yang umum
terjadi, melalui proses ini adalah halit (sodium klorida) yang menyusun
batugaram, dan gipsum (hidro clcium sulfida) yang menyusun batugipsum.
Batubara (coal). Batubara dikelompokkan ke dalam
batuan sedimen biokimia, tetapi sedikit berbeda dengan batuan sedimen biokimia.
Batuan ini disusun oleh material organik terutama oleh sisa-sisa tumbuhan yang
sudah mengalami ubahan tetapi struktur asal masih terlihat. Hal ini menunjukan
kejadian dari batubara ini adalah penimbunan yang lama dari akumulasi tumbuhan
yang besar. Kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses ini adalah
rawa-rawa yang miskin kandungan oksigennya. Tipe batubara mempunyai beberapa
tingkatan, semakin tinggi temperatur dan tekanannya semakin kecil pengotoran
dan kandungan volatilnya seperti diagram berikut:
PEAT -> LIGNIT -> BITUMINOUS -> ANTRASIT
Batubara
bituminous merupakan tipe batubara yang terpenting. Antrasit terbentuk dari
bituminous yang mengalami metamorfisme. Meskipun antrasit mempunyai tingkatan
yang tertinggi, tetapi tipe ini penyebarannya tidak luas dan lebih mahal
penambangannya.
Perubahan
Sedimen Menjadi Batuan Sedimen
Proses perubahan sedimen lepas menjadi
batuan sedimen disebut litifikasi. Salah satu proses litifikasi adalah kompaksi
atau pemadatan. Pada waktu material sedimen diendapkan terus menerus pada suatu
cekungan, berat endapan yang berada di atas akan membebani endapan yang berada
di bawahnya. Akibatnya butiran sedimen akan semakin rapat, dan rongga antara
butiran akan semakin kecil. Sebagai contoh lempung yang tertimbun dibawah
material sedimen lain beberapa ribu meter tablanya, volume dari lempung
tersebut akan mengalami penyusutan sebanyak 40%. Karena pasir dan sedimen lain
yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses kompaksi merupakan
proses yang signifikan untuk proses litifikasi batuan sedimen yangberbutir
halus seperti shale.
Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi
batuan sedimen adalah sementasi. Material yang menjadi semen diangkut sebagai
larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran kemudian larutan
tersebut akan mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir, dan akan
mengikat butiran-butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen adalah
kalsit, silika dan oksida besi. Untuk mengetahui macam semen pada batuan
sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat diketahui dengan larutan HCl.
Silika merupakan semen yang sangat keras dan akan menghasilkan batuan sedimen
yang sangat keras. Apabila batuan sedimen berwarna orange atau merah gelap,
maka batuan sedimen tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang semen
pada batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomis batuan tersebut. Sebagai contoh
batupasir yang tersemenkan oleh oksida besa dapat menjadikan batupasir menjadi
bijih besi (iron ore).
Meskipun batuan sedimen terlitifikasi oleh
proses kompaksi, sementasi atau kombinasi dari keduanya, beberapa batuan
sedimen terlitifikasi oleh pertumbuhan kristal yang saling mengikat. Proses ini
sering terjadi pada batuan sedimen kimia.
Klasifikasi
Batuan Sedimen
Batuan sedimen pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi dua yaitu sedimen detrital dan kimia. Kemudian batuan sedimen
detrital dikelompokan lagi berdasarkan ukuran butirnya, sedangkan batuan
sedimen kimia didasarkan pada komposisi mineralnya.
Pada kenyataannya banyak batuan sedimen
yang termasuk dalam batuan sedimen kimia juga mengandung material sedimen,
material detrital. Sebagai contoh, batugamping kadang mengandung material pasir
atau lempung, sehingga memberikan sifat pasiran atau lempunga. Sebaliknya
batuan sedimen detriral sebagian besar mengalami sementasi oleh mineral yang
terbentuk dalan air, maka sebenarnya sulit dikatakan bahwa benar-benar murni
tersusun oleh material detrital.
Seperti dalam batuan beku, tekstur
merupakan hal yang terpenting dalam klasifilkasi batuan sedimen. Ada dua macam tekstur
yang digunakan dalam klasifikasi batuan sedimen yaitu klastik dan nonklastik.
Kata klastik berasal dari bahasa Yunani yang berarti hancuran. Jadi batuan
sedimen klastik adalah batuan sedimen yang disusun oleh material hancuran.
Seperti terlihat pada klasifikasi batuan sedimen, semua batuan sedimen detrital
bertekstur klastik. Coquina adalah batugamping yang disusun oleh cangkang dan
fragmen cangkang adalah klastika seperti batupasir dan konglomerat.
Batuan sedimen kimia kebanyakan bertekstur
nonklastik, dimana mineral penyusunnya saling tumbuh bersama (interloding).
Oleh sebab itu kenampakan batuan sedimen nonklastik hampir sama dengan batuan
beku. Tetapi keduanya dapat dibedakan dengan mudah, karena mineral yang
menyusun batuan sedimen nonklatik berbeda dengan mineral yang menyusun batuan
beku.
Kenampakan
Batuan Sedimen
Seperti telah diuraikan sebelumnya, batuan
sedimen sangat penting untuk menceritakan sejarah bumi ini. Batuan yang
terbentuk pada permukaan bumi ini terakumulasi lapisan demi lapisan. Tiap
lapisan akan mencatat tentang kondisi lingkungan pada waktu sedimen tersebut
diendapkan. Lapisan ini yang biasa disebut perlapisan (strata, beds) merupakan
kenampakan karakteristik batuan sedimen.
Ketebalan perlapisan batuan sedimen
bervariasi sangat tipis hingga beberapa puluh meter. Perlapisan batuan sedimen
dipisahkan oleh bidang perlapisan (bedding planes), yang merupakan permukaan
pembatas. Bidang perlapisan dapat terbentuk oleh adanya perubahan ukuran butir
atau komposisi mineral. Pada umumnya bidang perlapisan menunjukan akhir dari
suatu pengendapan dan awal dari pengendapan berikutnya.
Banyak kenampakan batuan sedimen yang
dapat diduksi oleh para ahli geologi. Sebagai contoh, konglomerat menunjukan
kondisi energi tinggi seperti pada aliran yang kuat, dimana butiran fragmen
yang berukuran kasar yang dapat diendapkan. Batupasir arkose menunjukan iklim
yang kering, dimana proses pelapukan mineral feldspar relatif kecil.
“Carbonaceous shale” menunjukan kondisi lingkungan energi lemah dan kaya akan
bahan organik seperti rawa dan laguna. Kenampakan lain pada batuan sedimen juga
dapat menunjukan kondisi lingkungan masa lampau. Perlapisan gelembur gelombang
(ripple marks) merupakan bentuk permukaan yang dihasilkan oleh arus sungai atau
arus pasangsurut yang mengalir diatas dasar yang berpasir atau oleh hembusan
angin diatas bukit pasir. Ripple marks dapat juga menunjukan arah arus atau
angin di masa lampau.
Mudcrack (rekah kerut) menunjukan bahwa
kondisi lingkungan dimana batuan sedimen terbentuk pada kondisi yang
berubah-ubah antara basah dan kering. Kondisi semacam ini sering terjadi pada
lingkungan danau dangkal, dataran pasangsurut dan cekungan di daerah gurun.
Kadang-kadang perlapisan batuan sedimen
menyudut terhadap bidang horizontal. Perlapisan yang demikian disebut cross
bedding dan merupakan karakteristik untuk sedimen delta sungai dan bukit pasir.
Fosil, sisa kehidupan dimasa lampau,
merupakan unsur yang penting yang sering dijumpai pada batuan sedimen. Fosil
penting digunakan untuk mengetahui kondisi geologi dimasa lampau, terutama
untuk mengetahui paleoenvironment. Selain itu fosil dapat digunakan untuk
mengkorelasikan batuan yang berumur sama yang dijumpai pada tempat yang
berbeda.
FOSIL
Kira-kira 550 juta tahun yang lalu
longsoran lumpur terjadi di dasar laut purba. Tumbuhan dan binatang terangkut
pada proses tersebut ke dasar laut yang lebih dalam dan terjebak dalam lapisan
sedimen lumpur yang kemudian mengalami litifikasi menjadi serpih. Selanjutnya
serpih mengalami pengangkatan membentuk pegunungan yang tinggi pada batuan
tersebut ditemukan sejumlah sisa-sisa organisme tadi yang beberapa jenis
diantaranya masih tetap hidup sampai sekarang sedang lainnya telah musnah.
Sisa-sisa kehidupan dimasa lampau dan
telah mengalami pembatuan disebut fosil. Sampai saat ini telah dijumpai banyak
jenis fosil dari unsur yang berbeda-beda. Fosil yang tertua adalah jejak yang
sangat kecil dari organisme yang menyerupai bakteri yang pernah hidup 3000 juta
tahun lalu. Cabang ilmu geologi yang memperlajari tentang kehidupan yang pernah
ada dimasa lampau disebut paleontologi. Paleontologi sangat membantu ahli
geologi dalam melakukan interpretasi mengenai sejarah bumi.
1. Proses Pembentukan Fosil
Untuk mengetahui bagaimana fosil
terbentuk, tergantung apa yang terjadi setelah organisme tersebut mati.
Kebanyakan organisme yang telah mati dimakan oleh binatang atau hancur karena
organisme lainnya. Selain itu proses dekomposisi dapat juga menghancurkan
organisme tersebut. Proses tersebut kadang sangat aktif, sehingga dapat
menghilangkan sama sekali jejak-jejak dari organisme yang telah mati. Tetapi
pada kondisi tertentu sisa dan atau jejak dari organisme yang mati tersebut
dapat terawetkan dan menjadi fosil.
a.
Fosil
yang terbentuk oleh proses pengawetan
Proses pengawetan adalah proses yang
menyebabkan suatu organisme baik seluruh atau sebagian dari tubuhnya tetap
terawetkan dengan sedikit perubahan sifat kimia maupun fisikanya.
Di Siberia pernah ditemukan bayi mammoth
(gajah purba) yang berumur sekitar 44.000 tahun terawetkan pada tanah yang
membeku. Tubuh mammoth tersebut ditemukan lengkap dengan kulit dan bulunya.
Daging mammoth yang telah terawetkan tersebut ternyata masih tetap segar dan
merupakan salah satu hidangan yang disajikan pada pertemuan para ahli geologi
dan ahli biologi telah mempelajari informasi genetik dari sel yang mengalami
pembekuan. Organisme kecil semacam insekta dapat pula membentuk fosil.
Organisme kecil tersebut dapat terjebak dalam lapisan-lapisan kayu, dan apabila
kayu tersebut mengalami fosilisasi dan membentuk material yang sebut amber,
organisme tersebut dapat terawetkan didalamnya.
Pada lingkungan gurun, sisa-sisa binatang
dapat mengalami proses dehidrasi yang disebut proses mummifikasi. Salah satu
contoh dari fosil yang mengalami mummifikasi pernah dijumpai di New Meksiko.
Kulit dari organisme tersebut masih tetap ada dan tulang-tulangnya masih
terikat satu dengan lainnya oleh ligament.
Bagian organisme yang keras seperti
tulang, gigi atau cangkang pada umumnya tahan terhadap proses dekomposisi, dan
apabila lingkungan fisika dan kimia memungkinkan, bagian-bagian tersebut
terawetkan untuk jangka waktu yang cukup lama.
b.
Mineralisasi
Pengawetan
tanpa perubahan sifat fisika dan kimia sangat jarang terjadi dan fosil dengan
tipe ini sangat jarang terjadi. Pada kondisi lain, seluruh atau sebagian dari
tubuh organisme mengalami penggantian oleh mineral yang disebut proses
mineralisasi. Meski material yang menyusun organisme tersebut telah digantikan
oleh mineral, struktur sel organisme tersebut masih dapat terlihat jelas dengan
menggunakan mikroskop. Proses mineralisasi dapat terjadi dengan bermacam cara,
yaitu rekristalisasi, permineralisasi dan penggantian (replacement).
Rekristalisasi.
Kebanyakan cangkang dari organisme invertebrata laut seperti koral, kerang dan
oyster terutama disusun oleh Kalsium
karbonat. Kebanyakan invertebrata yang masih hidup menyerap kalsium karbonat
untuk membuat rangkanya dengan menghasilkan mineral aragonit. Setelah organisme
tersebut mati, struktur kristal aragonit akan berubah menjadi mineral kalsit
yang lebih stabil. Perubahan ini terjadi karena atom-atom penyusun mineral
aragonit akan menyesuaikan diri dan membentuk kristal yang lebih solid. Fosil
yang telah mengalami proses rekristalisasi akan mempunyai bentuk dan struktur
dalam yang tetap hanya komposisi mineralnya yang berubah.
Permineralisasi.
Pada tulang dan cangkang binatang kadang dijumpai rongga arau lubang yang
saluran darah, syaraf dan bagian lunak organisme lainnya. Ketika organisme
tersebut mati, air dapat mengalir melalui rongga-rongga tersebut. Jika air
masuk ke dalam rongga tersebut mengandung ion-ion terlarut seperti silika,
kalsium karbonat atau oksida besi, ion-ion tersebut akan mengalami presipitasi
dan mengisi rongga-rongga tersebut dengan mineral. Proses tersebut disebut
proses permineralisasi. Selama proses tersebut, tulang dan cangkang asli dari
organisme tidak mengalami perubahan. Tetapi karena adanya mineralisasi di dalam
rongga dan pori-porinya, maka fosil organisme tersebut lebih berat dan lebih
tahan. Proses permineralisasi dapat juga terjadi pada bagian lunak dari tumbuhan.
Air yang membawa larutan silika masuk ke dalam jaringan tumbuhan yang tumbang
dan mengkristal membentuk mineral kuarsa. Fosil yang dihasilkan dari proses
tersebut disebut fosil kayu atau petrified wood. Lingkaran tahun dan jaringan
pada fosil kayu ini sama dengan yang terdapat pada pohon yang hidup jutaan
tahun yang lalu.
Replacement.
Material yang menyusun organisme dapat mengalami pelarutan dan digantikan oleh
mineral lainnya. Proses ini disebut dengan replacement atau penggantian. Selama
proses tersebut volume dan bentuk organisme yang asli tetap tetapi material
penyusunnya mengalami perubahan. Sebagai contoh cangkang binatang yang tadinya
tersusun oleh kalsium karbonat, pada waktu menjadi fosil cangkang tersebut
sudah mengalami perubahan disusun oleh silika atau pirit.
c.
Mold
dan Cast
Bayangkan cangkang binatang yang
tertinggal di dasar laut dan tertutupi oleh sedimen. Kemudian sedimen tersebut
mengalami kompaksi dan membentuk batuan sedimen, dan cangkang tersebut
mengalami pelarutan dan meninggalkan cetakan pada batuan sedimen tersebut yang
disebut mold. Apabila yang tercetak adalah bagian luar dari cangkang tersebut
di sebut eksternal mold, sedangkan bila yang tercetak bagian dalamnya disebut
internal mold. Bila cetakan tersebut terisi oleh material lain maka akan
terbentuk cast.
d.
Carbonisasi
Fosil dapat juga terbentuk oleh proses
karbonisasi. Pada proses ini bagian-bagian lunak dari organisme seperti daun,
ubur-ubur dan cacing, pada waktu mati dengan cepat mengalami penimbunan oleh
sedimen. Karena penimbunan tersebut material mengalami kompresi sehingga
komponen yang berupa gas akan menghilang, meninggalkan unsur karbon yang
tercetak pada batuan sedimen yang terbentuk.
e.
Fosil
Jejak
Beberapa
fosil tidak terdiri dari sisa tubuh organismenya, tetapi organisme tersebut
meninggalkan jejak, lubang atau sarang atau tanda-tanda lain yang dibuatnya.
Apabila jejak-jejak tersebut terawetkan, maka disebut fosil ejak (trace
fossils). Jejak-jejak binatang telah banyak dijumpai pada batuan sedimen. Fosil
jejak tersebut dapat memberikan informasi kepada kita bagaimana organisme
tersebut bergerak semasa hidupnya, apakah organisme tersebut berjalan dengan
dua kaki atau empat kaki dan memberikan petunjuk bagaimana kebiasaan hidup dari
organisme tersebut.
2.
Kegunaan Fosil Dalam Geologi
Para ahli
geologi selalu tertarik terhadap bagaimana batuan, mineral dan bentang alam
mangalami perubahan dengan berubahnya waktu. Ukuran waktu dalam skala waktu
geologi akan di uraikan pada bab lain, tetapi di sini akan diuraikan bagaimana
para ahli geologi mengunakan fosil.
A. Fosil dan pengukuran umur.
Fosil dapat digunakan untuk menentukan
umur relatif dari batuan sedimen. Lapisan sedimen yang mengandung fosil
tertentu dapat dikatakan bahwa batuan sedimen berbentuk pada waktu binatang-binatang
yang membentuk fosil tersebut hidup. Jadi batuan sedimen tersebut terbentuk
bersamaan rentang waktu kehidupan binatang tersebut. Setiap organisme mengalami
perubahan dengan perubahan waktu, sehingga setiap organisme mempunyai rentang
waktu yang berbeda-beda. Jadi fosil tertentu akan dapat menunjukkan batuan
sediman yang mengandung fosil tersebut terbentuk pada waktu tertentu. Jadi umur
relatif dari batuan sedimen dapat ditentukan dengan mempelajari fosil-fosil
yang terkandung didalamnya.
B. Fosil dan Korelasi
Korelasi adalah menghubungkan antara dua
alam atau lebih unit batuan yang berada pada tempat yang berbeda dan mempunyai
kesamaan umur. Korelasi merupakan pekerjaan yang sangat penting dalam geologi,
karena pada kenyataanya batuan-batuan yang menyusun kerak bumi isi tersingkap
setempat-setempat dan kadang mempunyai jarak yang berjauhan.
Jika proses evolusi terjadi sangat cepat
pada suatu organisme tersebut mempunyai jangka waktu hidup yang pendek. Fosil
dan organisme tersebut dapat menunjukkan umur batuan dengan rentang waktu yang
sangat pendek. Fosil dengan rentang waktu hidup yang sangat pendek tersebut di
sebut fosil indeks atau fosil penunjuk, karena fosil tersebut dapat digunakan
untuk menentukan umur batuannya. Fosil indeks yang sangat baik adalah yang
berevolusi dengan cepat, sangat melimpah pada jangka waktu yang pendek,
mempunyai penyebaran yang luas dan dengan cepat mengalami pemusnahan dan
terawetkan dengan baik pada batuan. Bahan-bahan yang mengandung fosil yang sama
dikatakan mempunyai umur yang sama jadi batuan yang mengandung fosil dengan
umumr yang sama dan berasal dari tempat yang berbeda dapat diselesaikan.
C. Penyusunan skala waktu Geologi
Tidak hanya individu spesies tertentu yang
dapat mengalami perubahan yang sangat cepat, tetapi kadang-kadang, seluruh
karakter kehidupan pada planet ini dapat mengalami perubahan dengan sangat
cepat pula. Sebagai contoh, meskipun kehidupan dipercaya telah mengalami
evolusi mulai sekitar 4 milyar tahun lalu. Kehidupan awal ini sangat kecil dan
tidak mempunyai bagian yang keras seperti tulang dan cangkang, Sehingga sisa
kehidupan organisme ini sebagai fosil sangat jarang sekali. Kemudian dengan
tiba-tiba, seperti ledakan, spesies yang bercangkang terbentuk sekitar 570 juta
tahun lalu. Evolusi yang cepat dari binatang bercangkang keras ini menandakan
awal dari Era Paleozoik dan merupakan batas utama dari skala waktu geologi.
Pembagian utama pada skala waktu geologi di dasarkan pada perubahan flora dan
fauna di planet ini yang terawetkan sebagai fosil.
D. Interpretasi lingkungan pengendapan
Leonardo da vinci (1452-1519) salah
seorang filosof, kira-kira 400 tahun yang lalu menemukan fosil pada batuan di
tepi pegunungan dekat dengan laut Adriatik Italia. Fosil-fosil tersebut mirip
dengan organisme yang telah diketahui hidup di laut yang berdekatan. Ia melihat
batuan yang mengandung fosil tersebut adalah pasir hasil proses pelapukan dari
batuan yang ada di pegunungan mengalami pengangkutan oleh sungai hingga di
kawasan pantau dimana pasir tersebut mengalami pengendapan. Penumpukan pasir
tersebut mengubur sisa-sisa tumbuhan dan binatang yang hidup di kawasan
tersebut. Selanjutnya pasir tersebut mengalami litifikasi menjadi batupasir. Ia
juga menyatakan bahwa daerah tersebut tadinya merupakan laut dimana pasir
terendapkan dan mengubur kehidupan yang pernah ada di tempat tersebut. Kemudian
daerah tersebut mengalami pengangkatan menjadi pegunungan. Jadi fosil yang
dijumpai di daerah tersebut dapat membantu untuk melakukan interpretasi
mekanisme pembentukan batupasir, dan dapat digunakan untuk menjelaskan bahwa
pegunungan dapat dibangun oleh batuan sedimen yang terbentuk di laut.
Ahli geologi modern kemudian mencontoh
yang diberikan oleh Leonardo da Vinci dalam menggunakan fosil untuk menentukan
lingkungan pengendapan batuan sedimen. Sebagai contoh dengan ditemukannya suatu
pegunungan yang tingginya sampai beribu meter dan disusun oleh sekuen batuan
sedimen. Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana suatu perlapisan batuan sedimen yang sangat tebal tersebut terbentuk.
Kemungkinan pertama adalah pada waktu itu ada cekungan yang sangat dalam
(palung) yang terus menerus terisi oleh sedimen, hingga mencapai ketebalan
beribu meter. Tetapi pada batuan sedimen tersebut ternyata dijumpai fosil dari
binatang yang umumnya hidup pada lingkungan laut dangkal. Jadi sedimen tersebut
tentunya diendapkan pada kondisi lingkungan laut dangkal. Dari keadaan tersebut
dapat diketahui bahwa pada waktu sedimen tersebut terakumulasi, cekungan terus
mengalami penurunan bersamaan dengan terendapkannya sedimen.
3. Proses
Evolusi
Proses
evolusi ada;ah proses perubahan karakteristik fisk dan genetik dari suatu
spesies karena perubahan waktu. Proses ini dapat dipelajari dengan mempelajari
fosil.
Teori evolusi pertama kali diperkenalkan
kepada umum oleh Charles Darwin pada tahun 1858. Darwin mengatakan bahwa proses evolusi
terjadi secara bertahap dengan perlahan-lahan. Setiap tahap terdiri dari
perubahan yang sangat kecil dari karakteristik suatu organisme untuk keuntungan
dari organisme tersebut ketika menyesuaikan dirinya dengan keadaan di
sekitarnya. Perubahan tersebut dimaksudkan agar organisme tersebut tetap hidup
dengan adanya perubahan lingkungannya.
Dengan teorinya Darwin menunjukkan bahwa evolusi kehidupan
terjadi secara bertahap. Setiap tahap terdiri dari perubahan kecil pada
karakteristik suatu organisme yang sedikit memberikan keuntungan pada organisme
lainnya yang tidak mengalami perubahan. Perubahan tersebut memberikan
keuntungan pada indivisu organisme untuk dapat mempertahankan kehidupannya.
Perubahan tersebut akan menjadi lebih umum pada generasi berikutnya. Pada
umumnya individu yang mengalami perubahan tersebut akan mendominasi spesies
individu tersebut dan pada akhirnya spesiespun akan mengalami perubahan. Konsep
mengenai perubahan ini disebut dengan konsep gradualisme, karena perubahan yang
terjadi secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Berdasarkan teori ini
perubahan akan berlanjut terus dari satu tahap ke tahap berikutnya dan setiap
spesies baru akan menggantikan fasies yang lebih tua. Dalam beberapa hal teori
evolusi cukup memuaskan, tetapi teori gradualisme ini tetap memberikan
pertanyaan yang tidak terjawabkan.
Problem lainnya dari teori yang diusulkan
oleh Darwin ini
adalah sangat sedikit fosil yang dijumpai yang menunjukkan secara langsung
adanya perubahan pada kehidupan yang pernah ada. Sebaliknya studi mengenai
fosil menunjukkan bahwa banyak spesies tetap menunjukkan tidak adanya perubahan
fisik untuk jangka waktu yang panjang meskipun ada perubahan kondisi lingkungan
dan iklim. Selanjutnya dalam periode waktu geologi yang pendek, mungkin sekitar
ribuan atau ratusan tahun, spesies baru muncul. Kejadian ini memberikan kesan
bahwa perubahan bertahap pada spesies kurang umum daripada seperti yang telah
dijelaskan oleh Darwin.
Selain itu proses evolusi mungkin terjadi pada suatu seri yang hancur oleh satu
periode panjang dengan sedikit atau tanpa perubahan. Konsep ini disebut dengan
punctuated evolution.
Untuk memahami bagaimana pertanda evolusi
terjadi dengan membayangkan suatu populasi kecil diisolasi dari anggota spesies
lainnya. Selanjutnya dibayangkan perubahan yang jarang tetapi sangat radikal
terjadi di dalam kelompok yang diisolasi ini. Jika perubahan ini sangat baik,
maka akan mendominasi populasi kecil ini dan akan membentuk spesies yang baru.
Spesies baru ini akan hidup bersama dengan spesies yang lama, khususnya bila
populasi keduanya tetap terisolasi satu dan lainnya. Kemungkinannya spesies
baru akan bermigrasi ke dalam wilayah kehidupan spesies yang lama dan akhirnya
akan menggantikannya.
BATUAN
SEDIMEN KARBONAT
Tinjauan Umum
Batuan karbonat adalah semua batuan yang
terdiri dari garam karbonat. Dalam prakteknya adalah terutama batugamping dan
dolomit.
Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara
terbentuknya, yaitu hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus
daratan. Pembentukan batuan karbonat secara kimia, tetapi yang penting adalah
turut sertanya organisme di dalam batuan karbonat.
Ada 5 (lima) mekanisme penting
yang dapat menerangkan bagaimana terjadinya pengendapan CaCO3 dan
bertambahnya CO2 yang dapat terlarut dalam air (Blatt, 1982).
1.
Bertambahnya suhu dan penguapan. Dari
semua gas yang ada, hanya sedikit yang dapat larut dalam air panas dan hal ini
yang menyebabkan mengapa batuan karbonat terbentuk hanya pada laut di daerah
tropis dan subtropis, jarang didapatkan pada daerah dingin dekat kutub atau
pada daerah laut dalam.
2.
Pergerakan air. Bergerak air yang
disebabkan oleh angin atau badai akan mengakibatkan kalsium dari organisme
pembentuk karang dan lumpur karbonat bergerak berpindah ke atas permukaan air.
3.
Penambahan salinitas. Karbon dioksida
kurang larut dalam air garam bila dibandingkan dengan daya larutnya dalam air
tawar, sehingga dengan bertambahnya salinitas akan menyebabkan karbon dioksida
terbebas. Bertambahnya salinitas biasanya akibat dari penguapan dan dapat
menambah jumlah kalsium sebanding dengan jumlah ion karbon.
4.
Aktivitas organik. Alga dan koral
mempunyai proses yang berbeda satu sama lain namun saling membutuhkan dimana
alga menghirup karbon dioksida dan akan mengeluarkan oksigen selama
berlangsungnya proses fotosintesa, sedangkan koral menghirup O2 dan
akan mengeluarkan CO2.
5.
Perubahan tekanan. Air hujan mengandung
sejumlah karbon dioksida mengikat jumlah udara yang banyak, selanjutnya air
hujan tersebut masuk dan melewati zona tanah dengan tekanan karbon dioksida
lebih besar dibandingkan di atmosfir, akibatnya air tanah menjadi kaya akan
karbon dioksida. Bila air tanah tersebut masuk ke dalam sebuah gua maka karbon
akan larut dalam air dan menyebabkan terbentuknya kenampakan seperti stalaktit
dan stalagmit.
Hal
lain adalah terbentuknya tekstur klastik pada batuan karbonat sebagai
fragmentasi atau pembentukan sekunder (contoh : oolith), dan pengendapannya
menyerupai detritus.
Tekstur
Pada umumnya yang menjadi unsur-unsur
tekstur adalah:
1. Matriks
2. Semen
Kalsit
3. Butir
4. Kerangka
organik
5. Kehabluran/crystalinity
Tekstur
batuan karbonat dapat dibagi sebagai berikut :
1. Tekstur
Primer
a. Kerangka Organik
Tekstur
ini disusun oleh material-material yang berasal dari kerangka organik atau
“skeletal” dalam pengertian Nelson, atau “frame builder”.
b. Klastik/Butiran
Tekstur
ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
Ø Tekstur
Bioklastik
Terdiri
dari fragmen-fragmen ataupun cangkang-cangkang binatang, yang berupa klast
(pernah lepas-lepas) : cocquina, foraminifera, keral (lepas-lepas).
Ø Tekstur
Intraklastik/ fragmen non organik
Dibentuk
di tempat atau ditransport, tetapi jelas hasil fragmentasi dari batuan atau
sedimen gamping sebelumnya.
Ø Tekstur
Chemiklastik/ non fragmental
Butir-butir
yang terbentuk di tempat sedimentasi karena proses coagulasi, akresi,
penggumpalan dan lain-lain. Contoh : oolith, pisolite.
c. Massa Dasar
Tekstur ini disusun oleh butir-butir halus dari karbonat
yang terbentuk pada waktu sedimentasi.
Dalam tekstur primer, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
:
Ø Ukuran
Butir
Ukuran
butir batuan karbonat sering dipergunakan dengan mengggunakan sistem
tersendiri, tetapi hal ini tidak dianjurkan. Adapun klasifikasi ukuran butir
yang dipakai adalah klasidikasi ukuran butir dan tatanama dari Folk, 1961 yang
didasarkan pada klasifikasi Grabau, 1912.
Ø Bentuk
Butir
Bentuk
butir juga penting dalam mempelajari batugamping terutama memperlihatkan energi
dalam lingkungan pengendapan.
Untuk
bioklastik dibedakan secara extreme :
-
Cangkang-cangkang yang utuh atau
fragmen kerangka yang utuh/bekas pecahan jelas
-
Yang telah terabrasi/bulat.
Untuk
Chemiklastik dibedakan atas :
-
Spheruidal
-
Ovoid
Untuk
batugamping kerangka :
-
Kerangka pertumbuhan (grothframework)
-
Kerangka pergerakan (encrustation)
Ø Matriks
(massa dasar)
Yaitu
butir-butir halus dari karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada
waktu sedimentasi. Matriks ini dapat dihasilkan dari pengendapan langsung
sebagai jarum aragonit secara kimiawi/biokimiawi, yang kemudian berubah menjadi
kalsit (?). Juga terbentuk sebagai hasil abrasi, yaitu batugamping yang telah
dibentuk, misalnya koral dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan
gelombang dan merupakan tepung kalsit.
Ø Hubungan
Matriks dan Butiran
Lumpur
gamping sangat penting untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Karena
butiran batugamping terbentuk secara lokal, maka adanya matriks di antara
butiran adalah indikator bagi lingkungan pengendapan air tenang. Berdasarkan
hal ini, Dunham membuat klasifikasi karbonat.
2. Tekstur
Sekunder atau Tekstur Diagenesa
Tekstur
sekunder pada umumnya adalah tekstur hablur yang didapat pada sebagian batuan
ataupun meliputi keseluruhan. Tekstur sekunder ini terbentuk apabila batuan
karbonat yang terbentuk sebelumnya mengalami proses diagenesa. Proses-proses
diagenesa meliputi :
a. Pengisian
pori dengan
lumpur gamping
b. Mikritisasi
oleh ganggang
c. Sementasi
d. Pelarutan
e. Polimorfisme
f. Rekristalisasi
g. Pengubahan/pergantian
(replacement)
h. Dolomitisasi
i. Silisifikasi
BATUAN
METAMORF
Proses
Metamorfisme
Proses metamorfisme adalah proses
perubahan batuan yang sudah ada menjadi batuan metamorf karena perubahan
tekanan dan temperatur yang besar. Batuan asal dari batuan metamorf tersebut
dapat batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf sendiri yang sudah ada.
Kata metamorf sendiri adalah perubahan bentuk. Agen atau media menyebabkan
terjadinya proses metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif.
Sedangkan perubahan yang terjadi pada batuan meliputi tekstur dan komposisi
mineral.
Kadangkala proses metamorfisme tidak
berlangsung sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batuan asal tidak
terlalu besar hanya kekompakkannya yang bertambah. Proses metamorfisme yang
sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada
kondisi perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik
lebur batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap
dalam keadaan padat. Apabila peningkatan temperatur samapi meleburkan batuan,
maka proses tersebut sudah tidak termasuk pada proses metamorfisme lagi, tetapi
sudah menjadi proses aktivitas magma.
Proses metamorfisme terjadi apabila
kondisi lingkungan batuan mengalami perubahan yang tidak sama dengan kondisi
pada waktu batuan terbentuk, sehingga batuan menjadi tidak stabil. Untuk
mendapatkan kestabilannya kembali pada kondisi yang baru maka batuan mengalami
perubahan. Perubahan tersebut terjadi pada kondisi tekanan dan temperatur
tekanan dan temperatur yang beberapa kilometer di bawah permukaan bumi. Karena
pembentukannya yang sangat jauh di bawah permukaan, maka proses pembentukan
batuan metamorf sangat sulit dipelajari oleh geologiawan.
Proses metamorfisme sering terjadi pada
salah satu dari tiga fenomena pembentukan batuan metamorf. Pertama, pada proses
pembentukan pegunungan, batuan yang menyusun suatu daerah yang luas, mengalami
tekanan dan perubahan temperatur bersamaan dengan terjadinya deformasi pada
batuan tersebut. Akibatnya terjadilah pembentuan batuan metamorf pada daerah
yang sangat luas. Proses ini disebut dengan proses metamorfisme regional. Kedua, ketika batuan bersentuhan
atau dekat dengan aktivitas magma, akan terjadi proses metamorfisme kontak. Pada proses ini perubahan disebabkan terutama
oleh peningkatan temperatur yang sangat tinggi dari magma, sehingga terjadi
efek pemanggangan (baking efect) pada batuan disekitar magma. Ketiga,
merupakan proses metamorfime yang sangat jarang, terjadi perubahan sepanjang
zona sesar. Pada proses ini batuan disepanjang zona tersebut mengalami
penghancuran menjadi material yang sangat halus yang disebut milonat, atau
material yang kasar yang disebut breksi sesar, karena kenampakannya seperti
breksi pada batuan sedimen. Proses ini disebut proses metamorfisme dinamik.
Agen
Proses Metamorfisme
Agen atau media yang menyebabkan proses
metamorfisme adalah panas, tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media
tersebut dapat bekerja bersama-sama pada batuan yang mengalami proses
metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme dan kontribusi dari tiap agen
tersebut berbeda-beda. Pada proses metamorfisme tingkat rendah, kondisi
temperatur dan tekanan hanya sedikit diatas kondisi proses pembatuan pada
batuan sedimen. Sedangkan pada proses metamorfisme tingkat tinggi, kondisinya
sedikit dibawah kondisi proses peleburan batuan.
Panas
Sebagai Agen Metamorfisme
Panas merupakan agen metamorfisme yang
paling penting. Batuan yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami
perubahan kalau mengalami pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma
dari dalam bumi. Akibat dari proses penerobosan ini tidak atau sedikit terlihat
apabila proses tersebut terjadi pada atau dekat permukaan bumi. Hal ini terjadi
karena pada tempat tersebut panas dari magma sudah tidak terlalu berbeda dengan
kondisi batuan disekitarnya. Pada keadaan yang demikian hanya akan terjadi
proses pembakaran saja pada batuan yang disebut baking efect.
Batuan yang terbentuk di permukaan juga
dapat mengalami perubahan temperatur yang tinggi apabila batuan tersebut
mengalami proses penimbunan yang dalam. Seperti telah diketahui bahwa
temperatur akan meningkat dengan meningkatnya kedalaman (gradien geothermal).
Pada kerak bumi bagian atas, rata-rata penaikan temperatur sekitar 30oC
per kilometer. Pada pertemuan lempeng tektonik yang konvergen, batuan dapat
mengalami pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam yaitu pada zona
subduksi.
Pada
pemindahan yang tidak begitu dalam, hanya beberapa kilometer, mineral tertentu
seperti mineral lempung menjadi tidak stabil, dan akan mengalami rekristalisasi
menjadi mineral yang lebih stabil pada kondisi lingkungannya yang baru. Mineral
lain yang umumnya dijumpai pada batuan kristalin dan stabil pada kondisi
temperatur dan tekanan yang lebih tinggi, akan mengalami proses metamorfisme
pada kedalaman sekitar 30 kilometer.
Tekanan
Sebagai Agen Metamorfisme
Tekanan seperti halnya temperatur akan
meningkat dengan meningkatnya kedalaman. Tekanan ini seperti tekanan gas, akan
sama besarnya ke segala arah. Tekanan yang terdapat di dalam bumi ini merupakan
tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh pembebanan batuan di atasnya.
Batuan akan mengalami tekanan juga pada waktu terjadinya proses pembentukan
pegunungan atau deformasi. Pada keadaan ini batuan akan mengalami penekanan
yang berarah, dan pemerasan.
Batuan pada tempat yang dalam akan menjadi
platis pada waktu mengalami proses deformasi. Sebaliknya pada tempat yang dekat
permukaan bumi, batuan akan mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi.
Hasilnya batuan yang bersifat rapuh (brittle) akan hancur dan menjadi mineral
yang halus.
Proses
Metamorfisme dan Aktivitas Larutan Kimia
Larutan kimia aktif, umumnya air yang
mengandung ion-ion terlarut, juga dapat menyebabkan terjadinya proses
metamorfisme. Pori-pori batuan pada umumnya terisi oleh air. Selain itu
beberapa mineral hidrat mengandung air dalam struktur kristalnya. Bila terjadi
penimbunan yang dalam pada batuan, air yang terdapat di dalam mineral akan
ditekan keluar dari struktur kristalnya, dan akan memungkinkan terjadinya reaksi
kimia. Air yang terdapat disekitar kristal akan merupakan katalisator
terjadinya perpindahan ion.
Mineral biasanya mengalami rekristalisasi
untuk membentuk konfigurasi struktur kristal yang lebih stabil. Pertukaran ion
pada mineral akan membentuk mineral-mineral yang baru. Perubahan mineral yang
dilakukan oleh air yang kaya mineral dan panas, telah banyak dipelajari di
beberapa daerah gunung api seperti Yellowstone
National Park, AS.
Disepanjang pematang pegunungan lantai dasar samudera, sirkulasi air laut pada
batuan yang masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt yang berwarna
gelap menjadi mineral-mineral metamorfisme seperti serpentin dan talk.
Perubahan
Tekstur dan Komposisi Mineral
Derajat metamorfisem direfleksikan oleh
kenampakan tekstur dan komposisi mineral batuan metamorf. Pada batuan metamorf
tingkat rendah, batuan akan lebih kompak dan padat dibandingkan dengan batuan
asalnya. Sebagai contoh, batuan metamorf batusabat (slate) terbentuk dari
proses kompaksi yang sudah lanjut dari serpih (shale). Pada kondisi yang lebih
ekstrim, tekanan dapat menyebabkan mineral-mineral tertentu mengalami
rekristalisasi. Seperti telah diuraikan sebelumnya, air memegang peranan yang sangat penting pada
proses rekristalisasi dengan mempercepat terjadinya perpindahan ion pada
mineral. Pada umumnya proses rekristalisasi memungkinkan pertumbuhan kristal
menjadi lebih besar. Hal ini mengakibatkan banyak batuan metamorf disusun oleh
mineral-mineral yang besar seperti pada batuan fanerik. Kristal-kristal dari
beberapa mineral seperti mika mempunyai struktur lembaran, dan hornblende yang
mempunyai struktur butiran yang panjang, apabila mengalami rekristalisasi akan
membentuk penjajaran mineral. Orientasi mineral baru ini biasanya tegak lurus
terhadap arah gaya
tekan yang menyebabkan rekristalisasi tersebut. Hasil dari penjajaran mineral
ini menyebabkan batuan menunjukan kenampakan seperti perlapisan yang disebut
foliasi.
Ada
beberapa foliasi tergantung pada derajat metamorfismenya. Selama perubahan dari
serpih menjadi batusabak, mineral lempung yang stabil pada kondisi pemukaan, mengalami
rekristalisasi menjadi lembaran-lembaran mineral mika yang halus, yang stabil
pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi. Selanjutnya selama
kristalisasi, kristal-kristal mika yang halus membentuk orientasi, sehingga
bidangnya yang datar akan membentuk penjajaran. Akibatnya batusabak sangat
mudah dipecahkan melalui bidang lapisan dari mineral mikanya. Sifat yang
semikian disebut belahan batuan (rock cleavage). Karena kristal-kristal mika
yang menyusun batusabak sangat halus, maka foliasi pada batusabak tidak musah
dilihat. Tetapi karena batusabak menunjukkan belahan batuan dengan sangat baik
yang disebabkan oleh penjajaran dari mineral penyusunnya, maka batusabak disebut
batuan metamorf berfoliasi.
Pada kondisi tekanan dan temperatur yang
lebih tinggi, butiran mika yang sangat halus pada batusabak akan berkembang
beberapa kali lebih besar. Kristal-kristal mika yang besar ini akan menyebabkan
kenampakan batuan yang pipih. Kenampakan batuan yang demikian disebut
sekistositas (schistosity), dan batuan dengan kenampakan yang demikian disebut
batuan metamorf sekis (schist). Beberapa batuan sekias diberi nama sesuai
dengan mineral yang menyusunnya. Apabila mineral yang menyusun dominan mineral
mika, muscovit dan biotit, maka batuannya disebut sekis mika.
Pada proses metamorfisme tingkat tinggi,
perpindahan ion-ion cukup ekstrim, sehingga menyebabkan terjadinya segregasi
mineral butiran yang memberikan kenampakan “banded” pada batuan. Kenampakan ini
ditunjukan oleh penjajaran mineral butiran seperti kuarsa. Batuan metamorf
dengan kenampakan yang demikian disebut genes (gneiss). Batuan metamorf ini
biasanya terbentuk dari ubahan batuan beku granit atau diorit, bahkan dapat
juga terbentuk dari gabro atau serpih yang mengalami proses metamorfisme
tingkat tinggi.
Batuan metamorf yang tidak menunjukkan
struktur foliasi disebut batuan metamorf nonfoliasi. Batuan metamorf ini
biasanya hanya disusun oleh satu jenis mineral dengan bentuk kristal
equidimensional, sehingga sering juga batuan ini disebut batuan metamorf
kristalin. Contoh yang baik adalah batugamping yang berbutir halus mengalami
proses metamorfisme, maka butiran mineral kalsit yang halus tersebut bergabung
membentuk kristal yang saling mengisi. Hasilnya adalah batuan metamorf yang
mirip dengan batuan beku yang berbutir kasar. Batuan metamorf yang berasal dari
batugamping disebut marmer (marble). Walaupun batuan tersebut cenderung
nonfoliasi, tetapi pada kenampakan mikroskopis batuan ini menunjukkan pemipihan
dan penjajaran butiran mineral. Lapisan tipis mineral lempung sering juga
dijumpai pada batugamping, yang akan mengalami distorsi pada waktu proses
metamorfisme. Distorsi yang berwarna gelap ini memberikan tekstur yang bagus
pada marmer.
Pada proses metamorfisme serpih menjadi
batusabak, mineral lempung mengalami rekristalisasi menjadi mika. Dalam
beberapa hal komposisi kimia dari batuan uang mengalami rekristalisasi tidak
mengalami perubahan, kecuali terjadinya penggabungan dari mineral penyusun
batuan dengan ion tertentu yang terdapat dalam air untuk membentuk mineral baru
yang lebih stabil pada kondisinya yang baru. Sebagai contoh mineral batuan
metamorf yang umum adalah wolastonit. Mineral ini terbentuk pada waktu batugamping
(CaCO3) yang banyak mengandung kuarsa (SiO2) mengalami
metamorfisme kontak. Pada temperatur yang tinggi mineral kalsit dan kuarsa akan
bereaksi membentuk wolastonit (CaSiO3) dan melepaskan karbon
dioksida.
Proses metamorfisme seringkali membentuk
mineral-mineral baru. Batuan samping dari suatu tubuh magma yang besar, akan
mengalami ubahan oleh ion-ion yang banyak terdapat dalam larutan hidrotermal.
Perkolasi air laut pada batuan kerak samudera yang baru terbentuk banyak
mengandung ion-ion yang aktif yang bereaksi dengan batuan yang sudah ada.
Proses ini menyebabkan banyak batuan kerak samudera kaya akan bijih tembaga.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa
proses metamorfisme dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada batuan termasuk
peningkatan densitas batuan, pertumbuhan kristal-kristal besar, reorientasi
dari butiran mineral menjadi perlapisan atau penjajaran yang disebut foliasi,
dan transformasi dari mineral stabil pada temperatur tinggi. Juga ion-ion yang
aktif dapat membentuk mineral baru yang bersifat ekonomis.
Batuan
Metamorf Yang Umum
Batuan
Berfoliasi (Foliated Rocks)
Batusabak (slate), merupakan batuan metamorf
berfoliasi yang berbutir halus dan disusun oleh mineral mika. Batuan ini
menunjukkan cleavage batuan yang sangat bagus. Karena sifatnya, maka batusabak
sering digunakan sebagai atap, lantai, papan tulis dan meja bilyard. Batusabak
terbentuk dari shale yang mengalami metamofisme tingkat rendah. Kadang-kadang
batuan ini juga terbentuk dari batuan beku volkanik. Warna batusabak bervariasi
tergantung pada kandungan mineralnya. Batusabak yang berwarna hitam banyak
mengandung material organik, batusabak merah mengandung banyak oksida besi, dan
batusabak hijau mengandung banyak mineral klorit, mineral yang menyerupai mika
terbentuk dari Fe silikat. Karena batusabak terbentuk pada metamorfisme tingkat
rendah, maka bidang perlapisan batuan asal kadang masih terlihat. Tetapi
orientasi cleavage batuan batusabak pada umumnya cenderung memotong perlapisan
batuan asal. Jadi tidak seperti shale yang dapat memisah melalui bidang
perlapisan, batusabak memecah memotong bidang perlapisan.
Filit (phyllite), merupakan batuan metamorf
yang terbentuk pada derajat metamorfismenya lebih tinggi dari batusabak, tetapi
lebih rendah dari sekis. Batuan ini disusun oleh mineral-mineral pipih yang
lebih besar daripada mineral yang menyusun batusabak, tetapi tidak cukup besar
untuk dibedakan tanpa alat pembesar. Walaupun kenampakan filit hampir sama
dengan batusabak, tetapi berbeda dengan batusabak dari kenampakannya yang lebih
mengkilap. Filit biasanya menunjukan adanya cleavage dan disusun terutama oleh
mineral-mineral halus seperti klorit dan mika.
Sekis merupakan
batuan metamorf yang sangat mudah dikenal dan sangat umum seperti halnya genes.
Sekis merupakan batuan metamorf yang mengandung lebih dari 50% mineral pipih
umumnya biotit dan muskovit. Seperti batusabak, sekis berasal dari metamorfisme
batuan yang berbutis halus seperti shale, tetapi metamorfismenya lebih tinggi.
Bila batuan asalnya banyak mengandung silika, sekis akan mengandung lapisan
tipis kuarsa atau feldspar.
Penamaan sekis tergantung pada komposisi
mineral yang dominan. Sekis yang disusun terutama oleh muskovit dan biotit
dengan sedikit kuarsa dan feldspar disebut sekis mika. Tergantung pada derajat metamorfismenya,
sekis mika kadang-kadang mengandung mineral yang unik sebagai mineral tambahan
untuk batuan metamorf. Mineral tambahan tersebut diantaranya garnet, staurolit
dan silamanit. Ada
juga sekis yang mengandung grafit, yang banyak digunakan sebagai bahan pensil,
fiber dan lubrikan. Sekis juga kadang disusun oleh mineral klorit dan talk yang
disebut sekis klorit dan sekis talk. Kedua macam batuan metamorf ini terbentuk
dari batuan yang berkomposisi basaltik yang mengalami metamorfisme.
Genes (geneiss) adalah batuan metamorf yang
terutama disusun oleh mineral butiran. Mineral yang umum terdapat pada genes
adalah kuarsa, potas feldspar, sodium feldspar. Sedang mineral tambahan yang
sering dijumpai adalah muskovit, biotit dan horblende. Segregasi dari mineral
terang dan gelap memberikan kenampakan tekstur foliasi yang khas pada genes.
Kebanyakan genes terdiri dari selang seling antara mineral yang kaya feldspar
yang berwarna putih atau kemerahan dengan lapisan mineral feromagnesian yang
berwarna gelap.
Genes biasanya mempunyai komposisi yang
hampir sama dengan granit dan kemungkinan berasal dari granit atau batuan
afanitik granitik. Tetapi genes kemungkinan juga berasal dari shale yang
mengalami metamorfisme derajat tinggi. Dalam hal ini, genes merupakan batuan
terakhir dari sekuen shale, batusabak, filit, sekis dan genes. Seperti halnya
sekis, pada genes kadang dijumpai juga mineral garnet dan staurolit. Apabila
foliasi batuan disusun terutama oleh mineral gelap, maka batuannya disebut
amfibolit, yang berasal dari nama mineral amfibol.
Batuan
Tidak Berfoliasi (Nonfoliated Rocks)
Marmer adalah
batuan kristalin kasar yang berasal dari batugamping atau dolomit. Pada
pengamatan megaskopis, marmer sangat mirip dengan batugamping kristalin. Marmer
yang murni berwarna putih dan terutama disusun oleh mineral kalsit. Karena
warna dan sifatnya yang relatif lunak (kekerasan 3), maka marmer sangat
terkenal sebagai batuan untuk bangunan. Marmer yang berwarna putih sering
digunakan sebagai batuan untuk monumen atau batupahat.
Kadang-kadang batugamping sebagai batuan
asal marmer, banyak mengandung mineral-mineral pengotor yang akan mempengaruhi
warna dari marmer. Jadi marmer dapat berwarna pink, abu-abu, hijau atau bahkan
hitam. Juga mineral-mineral pengotor tersebut mengalami metamorfisme, akan
membentuk mineral-mineral tambahan seperti klorit, mika, garnet dan wolastonit.
Apabila marmer berasal dari batugamping yang berselingan dengan shale, akan
memberi kenampakan banded. Seringkali marmer akan pecah melalui jalur tersebut
yang memperlihatkan mineral mika yang berasal dari rekristalisasi mineral
lempung. Pada deformasi yang kuat, lajur ini akan berlipat-lipat (contorted)
dan akan memberikan desai yang artistik.
Kuarsit adalah
batuan metamorf yang sangat keras dan terbentuk dari batupasir kuarsa. Pada
metamorfisme menengah sampai tinggi, butiran kuarsa dalam batupasir akan
mengalami rekristalisasi yang sempurna. Karena rekristalisasi yang sempurna ini
maka apabila batuan ini pecah akan memotong mineral kuarsa. Struktur sedimen
yang terdapat pada batupasir seperti cross bedding akan memberikan kenampakkan
banded pada kuarsit.
Meskipun kuarsit yang murni berwarna
putih, kadang-kadang batuan ini mengandung oksida besi yang akan memberikan
warna pink atau merah. Mineral gelap yang terdapat dalam kuarsit akan
memberikan warna abu-abu.
Seperti marmer, kuarsit juga hanya disusun
oleh satu jenis mineral yang merupakan kristal yang equidimensional. Oleh sebab
itu mineral penyusun kuarsit tidak membentuk penjajaran sehingga tidak
membentuk foliasi.
Kejadian
Batuan Metamorf
Batuan metamorf umumnya dibentuk oleh satu
dari tga kondisi lingkungan, sepanjang zona sesar, pada kontak tubuh batuan
beku, atau pada waktu pembentukan pegunungan.
Metamorfisme
Sepanjang Jalur Sesar
Ketika terjadinya pensesaran dekat
permukaan bumi, tekanan dan panas yang terbentuk disepanjang jalur sesar
tersebut akan membentuk batuan lepas yang disusun oleh fragmen-fragmen batuan.
Bila batuan ini disusun oleh fragmen-fragmen yang menyudut disebut breksi sesar (fault breccia). Batuan metamorf yang terbentuk di zona sesar dan
pada tempat yang dalam, kadang-kadang menunjukan butiran yang memanjang yang
hampir sama dengan batuan hasil proses metamorfisme lainnya. Oleh sebab itu
sangat sulit ditentukan genesa batuan metamorf tersebut apabila hanya diamati
pada contoh batuan yang kecil (hand specimen).
Jumlah batuan metamorf yang terbentuk oleh
proses ini relatif sangat kecil dibandingkan dengan yang dibentuk oleh proses
lainnya. Tetapi pada tempat tertentu batuan ini cukup dominan.
Metamorfisme
Kontak
Metamorfisme kontak terjadi ketika magma
bersentuhan dengan batuan samping yang relatif dingin. Kontak metamorfisme
dapat jelas terlihat apabila terjadi pada lingkungan pada atau dekat dengan
permukaan, dimana perbedaan temperatur antara magma dengan batuan samping
sangat besar. Tetapi kontak metamoefisme juga terjadi pada tempat yang dalam,
sehingga batuannya hampir sama dengan batuan hasil ubahan metamorfime regional.
Pada metamorfsime kontak, akan terbentuk
zona disekitar magma yang disebut aurole.
Tubuh batuan beku intrusif yang kecil seperti sill dan dike membentuk aurole
hanya beberapa sentimeter, sedangkan tubuh batuan beku yang besar seperti
batolit dan lakolit membentuk aurole yang tebalnya sampai beberapa kilometer.
Dekat dengan tubuh magma mineral temperatur tinggi seperti garnet akan
terbentuk, semakin jauh dari tubuh magma akan terbentuk mineral dengan tingkat
yang lebih rendah seperti klorit. Selain ukuran tubuh batuan beku, komposisi
mineral batuan samping dan jumlah air sangat berpengaruh terhadap ketebalan
aurole yang terbentuk. Pada batuan yang mudah bereaksi seperti batugamping,
zona ubahannya bisa mencapai 10 kilometer atau lebih dari tubuh batuan beku.
Kebanyakan metamorfisme kontak berbutir
halus, dense, tough rock dari komposisi kimia yang bervariasi. Sebagai contoh,
pada metamorfisme kontak, mineral lempung dibakar dan dapat berubah menjadi
keras. Karena arah tekanan tidak merupakan faktor yang penting dalam
pembentukan batuan ini, maka batuan yang terbentuk umumnya tidak berfoliasi.
Batuan metamorf yang keras dan tidak berfoliasi dinamakan hornfels.
Bila kontak metamorfisme disebabkan oleh
tubuh batuan beku yang sangat besar, larutan hidrotermal yang berasal dari
dalam magma, dapat bermigrasi sampai jarak jauh. Larutan hidrotermal yang
meresap ke dalam batuan samping akan bereaksi dengan batuan tersebut akan
membentuk batuan metamorf. Mineral bijih dari beberapa jenis metal terbentuk
pada proses ini antara alin tembaga, besi, timbal, seng dan emas.
Metamorfisme
Regional
Batuan metamorf yang paling banyak
jumlahnya adalah batuan metamorf yang dihasilkan dari proses metamorfisme
regional. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, metamorfisme regional
terjadi pada tempat yang dalam, meliputi daerah yang luas, dan berasosiasi
dengan proses pembentukan pegunungan. Pada proses pembentukan pegunungan,
batuan penyusun kerak bumi mengalami peremasan sehingga mengalami deformasi
yang kuat. Karena proses tersebut batuan akan terlipat dan tersesarkan, dan
kerak bumi menjadi semakin pendek dan tebal. Pada umumnya penebalan kerak bumi
ini menghasilkan suatu pegunungan. Meskipun pada waktu terjadinya pembentukan
pegunungan material kerak bumi menjadi semakin tinggi, ada masa batuan yang
jumlahnya relatif sama dengan batuan yang terlipatkan, tertekan kebawah, ke
tempat yang mempunyai tekanan dan temperatur lebih tinggi. Pada tempat inilah
terjadi proses metamorfisme yang kuat. Beberapa batuan yang mengalami deformasi
mengalami kenaikan temperatur yang tinggi sehingga akan mencair dan membentuk
magma. Magma, yang mempunyai densitas relatif lebih rendah dari batuan
disekitarnya, akan bergerak naik ke atas. Magma yang mencapai dekat permukaan
akan menyebabkan terjadinya metamorfisme kontak di dalam zona metamorfisme
regional. Jadi inti dari suatu sistem pegunungan terdiri dari tubuh batuan beku
intrusif yang dikelilingi oleh batuan metamorf derajat tinggi. Apabila batuan
yang menyusun pegunungan ini tererosi, maka inti dari sistem pegunungan yang
terdiri dari batuan beku dan batuan metamorf akan tersingkap.
Karena batuan metamorf yang terbentuk oleh
metamorfisme regional dipengaruhi juga oleh tekanan yang berarah, maka
batuannya berfoliasi. Metamorfisme regional umumnya memperlihatkan perubahan
derajat metamorfisme dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi, sehingga
perubahan tekstur dan komposisi mineral dapat diamati.
Contoh sederhana dari progresif
metamorfisme adalah batuan sedimen, shale, yang berubah menjadi batusabak pada
waktu mengalami metamorfisme tingkat rendah. Pada kondisi temperatur dan
tekanan yang tinggi, batusabak akan berubah menjadi sekis mika. Pada kondisi
yang paling ekstrim, mineral mika dalam sekis akan mengalami rekristalisasi
menjadi mineral seperti feldspar dan honrblende dan membentuk genes.
Perubahan tekstur akan sesuai juga dengan
perubahan komposisi mineral dari metamorfisme tingkat rendah ke tingkat yang
tinggi. Mineral baru yang terbentuk pertama kali pada batusabak adalah klorit.
Kemudian bila derajat metamorfismenya lebih tinggi akan terbentuk muskovit dan
biotit. Sekis mika terbentuk pada kondisi yang lebih ekstrim dan kemungkinan
akan mengandunh mineral garnet and staurolit. Pada temperatur dan tekanan yang
mendekati titik lebur batuan, akan terbentuk mineral silimanit. Mineral
silimanit merupakan mineral batuan metamorf temperatur tinggi yang digunakan
sebagai bahan porselin untuk refraktori.
Pada kondisi tekanan tendah dengan
temperatur sekitar 800oC, sekis dan genes dengan komposisi kimia
relatif sama dengan granit, akan mulai mencair. Mineral silikat yang berwarna
terang seperti kuarsa dan potas feldspar, meruakan mineral yang pertama
mencair, sedangkan mineral silikat gelap seperti amfibol dan biotit masih tetap
padat. Bila batuan yang telah mencair sebagian itu mengalami pendinginan, maka
terbentuk batuan beku yang berwarna terang bersama-sama dengan material
metamorf yang berwarna gelap. Batuan semacam ini merupakan peralihan antara
batuan beku dan batuan metamorf dan disebut migmatite.